JAKARTA - Perbankan diminta untuk tetap membentuk pencadangan dana, meski angka restrukturisasi kredit kian melandai. Meskipun, dampak pandemi Covid-19 terhadap industri perbankan masih terkendali.

"Dengan demikian agar nanti pada saat kebijakan kredit dinormalkan pada 2023, permodalan perbankan jangan sampai tidak cukup atau terjadi cliff edge effect," kata Ketua Dewan Komisioner Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Kamis (9/12).

Karenanya, dia akan terus memantau kondisi perbankan saat program restrukturisasi kredit akan berakhir. Adapun program restrukturisasi kredit yang ada dalam Peraturan OJK Nomor 48 tahun 2021 saat ini telah diperpanjang hingga Maret 2023.

Per Oktober 2021, Wimboh menyebutkan restrukturisasi kredit perbankan telah melandai menjadi 714 triliun rupiah yang diberikan kepada 4,4 juta debitur, dari yang sebesar 738,67 triliun rupiah pada September 2021. Sementara, restrukturisasi kredit yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan tercatat 216,22 triliun rupiah kepada 5,9 juta debitur.

"Ini menjadi perhatian dan kami menunggu mudah-mudahan dengan ekonomi yang lebih baik kredit yang direstrukturisasi ini semakin membaik dan jumlahnya akan semakin kecil," ucap dia.

Dengan kebijakan restrukturisasi kredit, dia menuturkan rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) bruto per Oktober 2021 masih tetap terjaga, di bawah ambang batas lima persen yakni 3,2 persen. Selain itu, lanjut dia, rasio pemenuhan kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Oktober 2021 juga tercatat cukup tinggi yaitu 25,34 persen.

Dampak Terkendali

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan dampak pandemi Covid-19 terhadap industri perbankan masih terkendali. Purbaya menegaskan hal tersebut karena tidak adanya peningkatan signifikan jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) yang tutup dan dilikuidasi.

"Dari data kami, umumnya BPR yang ditutup disebabkan oleh mismanajemen. Ternyata tekanan pada perbankan selama masa pandemi ini masih dapat dikendalikan, terlihat dari jumlah rata-rata BPR yang ditutup cenderung sama sejak 2005-2021 berkisar enam hingga delapan," kata Purbaya dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, setelah memantau proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Utomo Widodo, Ngawi, Jawa Timur.

Baca Juga: