Pekerjaan mendesak yang harus dilakukan pemerintah di masa mendatang adalah melakukan evaluasi rencana tata ruang wilayah atau pemanfaatan lahan dan hutan di Kalsel secara keseluruhan.

Banjir yang melanda di sejumlah daerah di Kalimantan Selatan, sejak Selasa (12/1), menyisakan pilu dan kesedihan yang mendalam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 15 warga meninggal.

Banjir yang menerjang 10 kabupaten/kota di Kalimantan Selatan ini juga merendam 24.379 rumah. Akibatnya, 39.549 warga terpaksa mengungsi. Rinciannya, antara lain Kabupaten Tapin sebanyak 582 rumah terdampak dan 382 jiwa mengungsi, Kabupaten Banjar 6.670 rumah terdampak dan 11.269 jiwa mengungsi, Kota Banjar Baru 2.156 terdampak dan 3.690 jiwa mengungsi, serta Kota Tanah Laut 8.506 rumah terdampak dengan 13.062 jiwa mengungsi.

Dalam kunjungannya, Senin (18/1), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut banjir di Kalimantan Selatan itu adalah sebuah banjir besar yang sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi. Menurut Presiden, curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut mengakibatkan Sungai Barito tidak mampu menampung debit air.

Daya tampung Sungai Barito hanya 230 juta meter kubik, sementara air yang masuk sebesar 2,1 miliar kubik air, sehingga meluap di 10 kabupaten dan kota.

Penyebab banjir di 10 kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan tidak bisa hanya dilihat dari derasnya hujan yang turun dan daya tamping sungai. Tata guna lahan yang amburadul juga memicu bertambah parahnya banjir. Kawasan hutan di Kalimantan Selatan telah banyak berubah fungsi menjadi lahan tambang dan perkebunan kelapa sawit.

Di titik-titik banjir dari hulu ke hilir terdapat 177 konsesi tambang, yang meliputi tujuh kabupaten, yaitu Kabupaten Kota terdampak banjir Kalsel. Daerah itu ialah Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tabalong.

Kalimantan Selatan memiliki dua DAS yang menjadi penampung air hujan guna menghindari banjir, yakni DAS Barito dan DAS Maluka. Keduanya berada di area Pegunungan Meratus. Namun, kian tahun deforestasi di wilayah tersebut semakin masif karena adanya konsesi kelapa sawit dan tambang yang terus menjarah tutupan hutan di sana.

Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kalimatan Selatan telah kehilangan sekitar 304.225 hektare tutupan hutan sepanjang 2001-2019. Sebagian besar sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Padahal, DAS itu merupakan wilayah yang seharusnya menampung air hujan. Namun karena tutupan hutannya berkurang drastis, kemampuan menampung air menjadi berkurang.

Mengutip data Forest Watch Indonesia dalam laporan "Angka Deforestasi sebagai Alarm Memburuknya Hutan Indonesia", rasio hutan di Kalimantan hanya memenuhi 47 persen dari total daratan per 2017. Angka deforestasi terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, tutupan hutan alam di Kalimantan mencapai 33,2 juta hektare. Kemudian, turun menjadi 28,3 juta hektare tahun 2009, 26,8 juta hektare pada 2013 dan 24,8 juta hektare pada 2017.

Karena itu, pekerjaan mendesak dan sangat penting yang harus dilakukan pemerintah untuk masa mendatang adalah melakukan evaluasi rencana tata ruang wilayah atau pemanfaatan lahan dan hutan di Kalsel secara keseluruhan.n

Baca Juga: