Tokyo membuat kebijakan dalam pemanfaatan tenaga surya dalam pembangunan infrastruktur. Ini sebagai bentuk upaya mendorong energi baru dan terbarukan (EBT).

Gubernur Tokyo Yuriko Koike mencatat minggu lalu bahwa hanya 4 persen bangunan di mana panel surya dapat dipasang di kota memilikinya sekarang. Pemerintah Metropolitan Tokyo bertujuan untuk mengurangi separuh emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 dibandingkan dengan level tahun 2000.

Dilansir dari Japan Times, Tokyo menjadi penghasil emisi karbondioksida utama, baik secara nasional maupun global. Kota tersebut menyumbang 4,7 persen dari total nasional pada 2019, menurut pemerintah metropolitan. Sementara, data dari C40 Cities Climate Leadership Group, sebuah kelompok yang terdiri dari 97 kota di seluruh dunia, menunjukkan bahwa Tokyo adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

Berdasarkan peraturan baru yang disahkan oleh majelis lokal Ibu Kota Jepang pada Kamis (15/12), semua rumah atau bangunan baru yang dibangun diwajibkan memasang panel surya atap mulai tahun 2025 mendatang. Ini bertujuan untuk mendorong peralihan penggunaan energi terbarukan, serta mengurangi emisi karbon rumah tangga.

Mandat tersebut, yang pertama dari jenisnya untuk kotamadya Jepang, membutuhkan sekitar 50 pembangun besar untuk melengkapi rumah seluas hingga 2.000 meter persegi (21.500 kaki persegi) dengan sumber daya energi terbarukan, terutama panel surya.

Jepang, penghasil emisi karbon terbesar kelima di dunia, telah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 tetapi menghadapi kesulitan karena sangat bergantung pada tenaga panas berbahan bakar batu bara setelah sebagian besar reaktor nuklirnya dibangun setelah bencana Fukushima tahun 2011.

Baca Juga: