MIMIKA - Pemerintah daerah dan masyarakat diajak membangun kembali kehidupan yang harmonis di wilayah rawan konflik, Kwamki Lama, Papua. Ajakan ini disampaikan Pastor Paroki Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Papua, RD Amandus Rahadat Pr dalam isa Paskah, Minggu (17/4). "Saya mengajak pemerintah daerah dan masyarakat Kwamki Lama untuk membangun kembali kehidupan yang harmonis di wilayah ini," katanya. Pastor Amandus mengemukakan bahwa dulu Kwamki Lama yang saat ini dinamakan Kwamki Narama dikenal sebagai komunitas warga asli Papua. Permukiman warga asli Papua dari berbagai suku di wilayah pegunungan itu dibuka sejak era 1970-an, kemudian menyusul Kwamki Baru. "Kalau kita mundur lagi ke belakang, tanah dataran rendah di Mimika ini dihuni orang Kamoro. Guru-guru perintis mulai datang tinggal bersama mereka. Almarhum Mozes Kilangin membawa injil di tanah ini. Makanya almarhum Monsinyur John Saklil, Uskup pertama Keuskupan Timika, membuat misa sulung di sini karena ada komunitas asli Papua," kata Amandus. Keharmonisan kehidupan warga asli Papua dari berbagai suku di wilayah pegunungan di Kwamki Lama itu mulai terkoyak sejak terjadi konflik besar di wilayah itu sejak 2006. Konflik tersebut membuat banyak rumah warga dibakar. Puluhan orang meregang nyawa. Tidak heran, banyak warga meninggalkan Kwamki Lama untuk mencari tempat tinggal baru. Dia berharap masyarakat Kwamki Lama yang sudah lama mati suri segera hidup kembali. Warga dari berbagai suku pegunungan Papua bisa hidup berdampingan dengan damai, tanpa konflik, perang, pembunuhan dan kekerasan lainnya. Dia berterima kasih kepada Wakil Bupati Mimika, John Rettob, yang hadir dalam perayaan misa di Kwamki Lama ini. "Saya hanya mau tanya sampai kapan kematian ini berlangsung. Kita harus keluar dari liang kematian. Saya ingin menyapa warga Kwamki Lama yang tersebar di mana-mana. Mari kembali. Kita bangun lagi harmoni Kwamki Lama," ajak Amandus. Sementara itu, sekitar 200 jemaat Gereja Kristen Injili, Efrata, di Kayu Batu, Kota Jayapura, Provinsi Papua, menggelar pawai obor fajar Paskah. Kegiatan ini untuk mengenang peristiwa kebangkitan Yesus Kristus pada hari Minggu Paskah. Jemaat Efrata mempersiapkan pawai obor sejak pukul 03.00 WIT. Pendeta GKI Efrata, Kayu Batu Dina Imbiri, menuturkan bahwa pawai dimulai dengan lantunan puji-pujian anak-anak sekolah Minggu, remaja, hingga orang tua. Menurutnya, pawai obor fajar Paskah dilakukan untuk memberitahukan kepada dunia bahwa Yesus bangkit pada Hari Minggu antara malam dan sebelum matahari terbit. "Itulah mengapa kita rayakan Paskah setiap Hari Minggu," katanya.

Baca Juga: