JAKARTA - Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen belum tentu diimplementasikan tahun depan. Sebab, kondisi perekonomian di dalam negeri belum kondusif seiring melemahnya daya beli masyarakat, terutama kelas menengah saat ini.
Badan Anggaran DPR RI menegaskan meskipun ada wacana pembahasan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, tetapi hal itu belum tentu pasti akan naik.
"Kita lihat ke depan, apakah (kenaikan) PPN ini ke 11 atau 12 persen, karena apa? Kan tidak serta-merta walaupun UU HPP itu berlaku 2025. Tapi mari kita hitung juga kemampuan daya beli masyarakat tahun depan, seperti apa. Kemudian pada saat yang sama, dampaknya terhadap pendapatan tenaga kerja kita, itu harus di hitung semua," tegas Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (20/9).
Politisi Fraksi Partai PDI-Perjuangan ini menerangkan wacana pembahasan kenaikan PPN ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menaikkan penerimaan negara.
"Asumsinya bukan pakai 11 atau 12 persen. Bahwa ada best effort yang harus dilakukan pemerintah, dalam hal ini penerimaan pajak sebesar 2.490 triliun rupiah. Kemudian dari cukai masuk dan bea keluar sekitar 300 triliun rupiah something, 2.190 triliun rupiah. Itu dari pajak," tuturnya.
Meski demikian, Said menyarankan pemerintah tidak gegabah dalam menetapkan PPN 12 persen pada 2025 yang banyak diprotes ekonom. Sebaiknya dilakukan pembahasan pada awal tahun depan saja. "Menurut saya, alangkah baiknya, alangkah eloknya, naik atau tidak naik (PPN) itu, dibahas nanti pada kuartal I-2025," ucap Said.
Tekan Konsumsi
Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda mengatakan kelas menengah ini memang tergencet dengan kenaikan harga-harga yang sebenarnya bisa ditahan oleh pemerintah. Kenaikan PPN dari 10 persen ke 11 persen hingga kenaikan bahan bakar minyak yang semakin menekan konsumsi kelas menengah.
Kebutuhan hidup yang meningkat tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan mereka yang rata-rata 1,5 persen per tahun. Karenanya, kelas menengah ini sering berpindah kerjaan. Tujuannya selain mencari yang nyaman, mereka mengincar kenaikan pendapatan yang bisa ditawarkan oleh perusahaan lain.
"Maka pemerintah seharusnya memang tidak menaikkan harga-harga yang diatur pemerintah saja itu akan sangat membantu. Tahun depan kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen akan semakin menekan konsumsi kelas menengah kita," tegas Huda.