KPBMI sebagai salah satu kelompok budaya kerap menerima pengaduanpengaduan dari anggota yang berada di daerah maupun masyarakat.

Sebagai wilayah peninggalan kerajaan, benda cagar budaya menyebar di hampir penjuru Tanah Air. Sayangnya, benda-benda tersebut kerap ditemukan rusak.

Rusaknya benda cagar budaya lantaran pembangunan sejumlah proyek maupun ulah tangan jahil. Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) berupaya melestarikannya.

Kerusakan benda-benda cagar budaya atau warisan budaya tak bisa terelakkan. Kemajuan jaman, pembangunan proyek bahkan perubahan sosial masyarakat menjadikan benda-benda tersebut banyak mengalami kerusakan bahkan sampai berubah bentuk.

Seperti yang terjadi di wilayah Sulawesi, sebuah pemakaman tradisional kuno terkena imbas pembangunan proyek. Akhirnya, pemakaman pun harus digusur ke tempat lain.

Belum lagi cerita tentang, kontrakator yang tidak secara sengaja merusakan benda cagar budaya saat pembangunan proyek. Hal ini karena, kontraktor tidak memahami benda cagar budaya.

Ulah tangan jahil pun menjadi salah satu kerusakan benda cagar budaya. Aksi corat-coret yang dilakukan masyarakat yang tidak bertanggung jawab akan mengurangi nilai benda cagar budaya. Untuk membersihkannya pun harus dilakukan dengan standar khusus supaya tidak merusak bagian benda lainnya.

Tantangan-tantangan tersebutlah yang kerap dihadapi pemerhati budaya terhadap benda-benda sejarah yang memiliki nilai historis dan filosofi.

"Banyak teman di daerah yang meminta bantuan advokasi," ujar Dhanu Wibowo, Ketua KPBMI yang ditemui di Museum Kebangkitan Nasional tentang tanggapan anggota yang di daerah menanggapi persoalan terkait cagar budaya. Padahal sebagai kelompok pemerhati budaya KPBHI bukan secara khusus menangani masalah advokasi.

Namun masukkan anggota selalu mendapat tanggapan KPBHI terlebih menyangkut cagar budaya. KPBHI yang memiliki jejaringan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selalu menyampaikan permasalahan di daerah ke pemerintah pusat.

Beberapa permasalahan ditindaklanjuti hingga audiensi ke lokasi untuk melihat kerusakannya. Bahkan, ada yang diteruskan hingga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun hingga saat ini, belum menuai hasil yang maksimal. "Setidaknya sudah ada proses," ujar pria yang berkerja sebagai staf di Museum Kebangkitan Nasional.

Image may contain: 1 person

Dalam kegiatannya, KPBMI memiliki dua kegiatan yaitu edukasi dan publikasi. Edukasi dilakukan antara lain sengan seminar, workshop maupun blusukan ke sejumlah tempat-tempat bersejarah di wilayah Jabodetabek. Selama blusukan, mereka akan berdiskusi tentang kandungang nilai sejarah yang terdapat di wilayah tersebut.

Sedangkan, publikasi dilakukan dengan menerbitkan komik, ensiklopedia, novel dan antologi puisi terkait cagar budaya. Publikasi tersebut tidak lain untuk memberikan pengetahuan serta menjadi ruang ekspresi penulisnya. Dari ke empat penerbitan, hanya novel yang dijual ke sejumlah toko buku. Sedangkan, komik, ensiklopedia dan antalogi puisi dibagikan secara gratis. Hingga saat ini, setiap tahunnya KPBHI mampu menerbitkan dua komik, satu ensiklopedia dan beberapa novel.

KPBHI memiliki anggota tergolong banyak, yaitu 3000 orang menurut data Fabruari 2019. Jumlah anggota tersebut berada di wilayah Jabodetabek. Namun bukan berarti keanggotaan hanya terdapat di wilayah itu saja, sejulah pencinta cagar budaya di luar Jabodetabek dan luar Jawa turur bergabung. Untuk menjembatani anggota, mereka kerap melakukan diskusi, setiap hari, melalui online.

Meski banyak melakukan kegiatan terkait cagar budaya, kelompok pemerhati yang berdiri pada 2017 tak selalu mengadakan ajang kopi darat di tempat bersejarah. Kadangkala, mereka melakukan pertemuan di pusat perbelanjaan.

"Tapi, obrolannya tetap cagar budaya," ujar dia. Bagi mereka perkembangan jaman tidak meruntuhkan kecintaan terhadap budaya. Melalui benda-benda budaya, mereka makin mengenali jati diri bangsa. din/E-6

Filosofi Masa Lalu Jadi Bekal Masa Depan

Cagar budaya tidak sekadar benda di masa lalu. Dibaliknya, adalah nilai filosofi yang terkandung di dalamnya. Nilai yang tidak hanya bermanfaat di masa lampau namun juga di masa sekarang.

Bagi Diaz mempelajari cagar budaya tak ubahnya seperti kehidupan yang berulang. "Seperti fashion yang terus berulang, misal sekarang digunakan lagi fashion tahun 1950 an," ujar dia. Alhasil, kehidupan akan berlanjut dan inovasi semakin maksimal.

Sementara Dhanu mengatakan mempelajari cagar budaya dapat sebagai kontrol diri. "Kita bisa lebih bijak menyikapi kehidupan," ujar dia. berbagai prilaku masyarakat yang sedikit menyimpang menjadi salah satu indikator bahwa masyarakat telah lupa akan sejarahnya.

Sikap saling berebut maupun anak kecil yang tidak sopan terhadap orang tua menjadi salah satu contohnya. Mereka tidak menerapkan adat istiadat nenek moyangnya jaman dulu. Masyarakat terlalu terpapar pada budaya luar tanpa adanya kontrol diri. "Meninggalkan budaya lokal akibatnya fatal," ujar dia

Cagar budaya akan mendorong memahami kehidupan nenek moyang di masa lalu. Kearifan-kearifan lokalnya dapat menjadi jati diri bangsa supaya tidak gagap menghadapi budaya asing yang penuh gemerlap. Terlebih dengan memiliki jati diri tidak akan mudah termakan isu-isu yang belum tentu benar.

Sementara Lia Nathalia, Divisi IT KPBMI berpandangan sejarah dari cagar budaya menjadi cara mengetahui sebuah bangsa. "Orang Indonesia banyak yang tidak suka mempelajari sejarah. Padahal itu, hal dasar untuk memajukan sebuah bangsa ," ujar dia melalui aplikasi komunikasi.

Meski benda cagar budaya memiliki manfaat untuk kehidupan manusia. Rupanya, masyarakat masih perlu mengenal lebih dalam. Selain, mereka jarang mengunjungi museum maupun cagar budaya lainnya, terpaan budaya luar menggempur kian derasnya di tengah masyarakat. din/E-6

Sepi Peminat, Museum Perlu Jemput Bola

Museum sebagai tempat penyimpanan benda cagar budaya makin sepi peminat. Koleksi museum yang jauh dari modernitas dianggap kurang menarik terutama kalangan muda.

Dhanu mengatakan, kalangan muda yang kurang tertarik berkunjung ke museum lantaran kehidupan global yang menawarkan modernitas dipandang lebih menarik.

"Ini global semakin hari semakin moderen, anak muda makin meninggalkan masa lalunya makin amnesia dengan sejarah budayanya," ujar dia.

Laki-laki yang juga sebagai salah satu staf museum yang terdapat di Jakarta mencermati, anak muda makin minim datang ke museum. Kalaupun bertandang, mereka lebih banyak selfie-selfie ketimbang membaca keterangan yang terdapat pada setiap benda yang dipajang. "Terus melakukan aksi vandalism seperti memegang benda, sehingga benda (yang dipajang) rusak," ujar dia.

Image may contain: 2 people, people sitting

Pendapat sedikit berbeda diungkapkan Diazeva Fathia, Staf Desain Komunikasi Visual di KPBHI. Ia tidak menampik bahwa anak muda lebih senang segala yang bersifat moderen. Untuk mengajaknya, mereka perlu diiming-imingi piranti-piranti yang akrab dengan kehidupannya. "Emang harus disesuaikan dengan jaman," ujar dia.

Media sosial menjadi pendorong paling ampuh supaya anak muda mau berkunjung ke museum. Pada awalnya, mereka senang dapat selfie-selfie di museum untuk menunjukkan ekspresi diri maupun kebanggaan. Setelahnya, secara perlahan mereka akan mulai mencermati benda-benda yang terdapat di museum.

Terlebih perempuan yang biasa disapa Diaz ini mengatakan pengunjung museum tidak hanya mencermati koleksinya saja. Museum tak ubahnya ruang publik karena museum memiliki fungsi sebagai edukasi, entertainment maupun riset.

Dengan ijin pengurus, museum dapat menjadi ruang publik sebagai tempat aktifitas masyarakat, mulai kegiatan komunitas sampai arisan (tergantung museumnya)

Jemput bola merupakan tantangan museum di Tanah Air. Dengan minimnya dana bahakn sumber daya manusia, jemput bola merupakan salah satu cara ampuh untuk menarik minat masyarakat mengunjungi museum. Salah satunya dengan kegiatankegiatan yang dilakukan di museum. din/E-6

Baca Juga: