Pada pertengahan tahun 1850-an, Inggris telah berhasil membangun perkebunan kina (Cinchona officinalis) di India bagian selatan, tempat dimana malaria merajalela.

Pada pertengahan tahun 1850-an, Inggris telah berhasil membangun perkebunan kina (Cinchona officinalis) di India bagian selatan, tempat dimana malaria merajalela. Tak lama kemudian, otoritas Inggris mulai mendistribusikan kina yang dipanen secara lokal kepada tentara dan pegawai negeri.

Sementara saat itu di Bandung, Indonesia, Belanda mengubah kota yang dulunya sepi ini menjadi pusat kina terbesar di dunia. Kota ini berkembang dipenuhi dengan gedung-gedung bergaya art deco, ruang dansa, dan hotel, hingga kemudian mendapat julukan sebagai Parijs van Java.

Penggunaan bahasa Inggris secara luas di berbagai tempat seperti India, Hong Kong, Sierra Leone, Kenya, dan pesisir Sri Lanka, dan bahasa Prancis dituturkan di Maroko, Tunisia, dan Aljazair, saat ini terjadi sebagian karena kina.

Pada puncak perburuan kina global pada tahun 1850-an, Peru dan Bolivia sama-sama memonopoli ekspor kulit pohon mereka yang sangat menguntungkan. Faktanya, sebagian besar katedral neoklasik di La Paz dan banyak jalan berbatu yang membentang melalui pusat bersejarah kota yang dipenuhi alun-alun saat ini dibangun berkat ekspor kulit pohon kina yang pada satu titik sempat menyumbang 15 persen dari total pendapatan pajak Bolivia.

Namun, permintaan kulit pohon kina selama berabad-abad juga telah meninggalkan bekas luka yang terlihat di habitat aslinya. Pada tahun 1805, penjelajah pernah mendokumentasikan ada 25.000 pohon kina di Andes Ekuador. Di daerah yang sama, yang sekarang menjadi bagian dari Taman Nasional Podocarpus, kini tercatat hanya memiliki 29 pohon saja.

Ahli biologi di Museum Sejarah Alam Denmark, Nataly Canales, menjelaskan bahwa penghilangan spesies yang kaya akan kina dari Andes telah mengubah struktur genetik tanaman kina, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk berevolusi dan berubah. Bagian dari tugas Canales adalah bekerja sama dengan Royal Botanical Gardens, Kew di luar London, untuk memantau spesimen kulit pohon kina tua yang diawetkan di museum dan mempelajari bagaimana perilaku manusia dapat mengubah tanaman tersebut.

"Kami pikir kina mungkin telah berevolusi untuk mengandung lebih sedikit kina karena panen yang berlebihan," tutur dia.

Bagi Canales perlindungan terhadap kina dan "apotek dunia" berupa hutan di wilayah pegunungan Andes di Peru yang terancam punah, sangat penting untuk penemuan obat baru di masa mendatang, karena pemerintah tidak melindungi kina dan hanya kelompok konservasi lokal saja yang turun tangan.

Organisasi lingkungan Semilla Bendita, yang secara harfiah berarti "benih yang diberkati", telah menanam 2021 benih kina untuk peringatan 200 tahun kemerdekaan Peru pada tahun 2021. Ilmuwan seperti Patricia Schlagenhauf, profesor kedokteran di Universitas Zurich yang berspesialisasi dalam malaria, berharap lebih banyak upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati Andes akan kian menyusut.

"Kisah kina menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia berjalan beriringan," kata Schlagenhauf seraya menambahkan bahwa orang sering menganggap pengobatan berbasis tanaman sebagai pengobatan alternatif, tetapi faktanya tanamanlah yang membuat masyarakat dunia berutang beberapa terobosan pengobatan utama dalam sejarah manusia. hay/I-1

Baca Juga: