Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah pejabat daerah di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, yang menjadikan dana desa sebagai bancakan untuk dikorupsi, sungguh memprihatinkan. Betapa tidak, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo, yang seharusnya bertugas mengawasi penggunaan dana itu, malah turut ditangkap bersama Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan (Kajari) Rudi Indra Prasetya dan Bupati Pamekasan Achmad Syafii.

Mereka sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan Noer Solehhoddin dan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi. Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudi Indra Prasetya diduga menerima suap 250 juta rupiah untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa.

Awalnya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) melaporkan dugaan penyimpangan anggaran dalam proyek infrastruktur senilai 100 juta rupiah yang menggunakan dana desa. Anggota LSM melaporkan Kepala Desa Dassok, Agus Mulyadi, ke Kejaksaan Negeri Pamekasan. Setelah penyelewengan dana desa dilaporkan, Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan proses hukum kasus itu. Agus selaku Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Sucipto Utomo. Upaya menghentikan perkara tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii.

Dana desa terus naik tiga tahun terakhir. Tahun 2015 mencapai 20,76 triliun rupiah. Alokasi menjadi 46,9 triliun pada tahun 2016. Pemerintah telah menetapkan dana desa tahun 2017 dari APBN 60 triliun. Bahkan tahun 2018 menjadi dua kali lipat. Tiap desa dari 74.910 desa mendapat 1,4 miliar rupiah.

Data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menyebutkan, penyaluran tahap pertama 2017 tidak 160 miliar. Dana desa tahap satu 2017 sebesar 36 triliun atau 60% dari total pagu. Saat ini sudah cair 35,8 triliun rupiah. Masih ada 160 miliar rupiah yang kemudian sampai akhir Juli 2017 ini belum terserap.

Tidak terserap karena masih sisa 2016 di rekening kas umum daerah yang tidak digunakan sampai 31 Juli 2017. Bagi desa-desa yang tidak bisa menggunakan dana desa 2016 penyaluran 2017 tahap hangus. Dana desa yang hangus tersebut kemudian menjadi Sisa Anggaran Lebih (SAL) APBN. Dana desa yang sudah tersalurkan 100 persen terdapat di 74.910 desa dari 74.954 jumlah desa untuk penyaluran dana desa 2017.

Penyaluran 2017 berbasis kinerja pelaksanaan penyerapan dan hasil. Syarat penyaluran tahap pertama, peraturan daerah mengenai anggaran yang memuat alokasi dana desa, peraturan bupati atau wali kota mengenai rincinan dana desa. Kemudian, laporan penyaluran dana desa dari rekening kas umum daerah ke rekening kas desa. Dan aturan konsolidasi penggunaan tahun sebelumnya.

Sementara itu, untuk penyaluran 2017 tahap kedua akan dimulai pekan kedua Agustus. Syaratnya penyaluran dari rekening kas daerah ke rekening kas desa harus sudah 90 persen, dana di rekening kas desa sebanyak 70 persen harus sudah direalisasi, dan dana tersebut juga harus sudah digunakan minimal 50 persen.

Ini untuk menghindari pengendapan dana di kas daerah. Misalnya jalan mau dibangun lima kilometer, paling tidak 2,5 kilometer sudah dikerjakan. Syarat ini sebagai bentuk akuntabilitas penggunaan dana daerah. Daerah tahap pertamanya hangus tidak bisa melanjutkan pencairan tahap kedua. Kalau tahap pertama tidak ada penyaluran syarat tahap kedua menjadi tidak akan terpenuhi, sehingga harus menunggu periode selanjutnya.

Terungkapnya kasus dugaan dana desa di Pamekasan ini merupakan bukti pengawasan dana desa oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi masih lemah. Kemendes gagal mengontrol dana desa. Tanpa pengawasan ketat, dana desa rentan dijadikan bancakan.

Baca Juga: