JAKARTA - Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia pada hari Kamis (24/10), mengatakan telah menghalau sebuah kapal Penjaga Pantai Tiongkok dari perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia untuk kedua kalinya minggu ini, setelah mengganggu survei yang dilakukan oleh PT Pertamina.

Dikutip dari situs resmi TNI, Kapal China Coast Guard ( CCG) 5402 memasuki wilayah Yurisdiksi Indonesia, tepatnya di Laut Natuna Utara, pada Kamis (24/10). Mendapat laporan keberadaan kapal CCG 5402, Direktur Operasi Laut Bakamla RI Laksma Bakamla Octavianus Budi Susanto, mengirim KN Pulau Dana-323 untuk melakukan intersepsi .

Octavianus menjelaskan pada pukul 07.30 WIB, KN kontak Pulau Dana-323 melakukan komunikasi namun tidak di respons oleh kapal CCG 5402, malah mendekati serta mengganggu MV Geo Coral yang sedang melakukan kegiatan pengawasan.

"KN Pulau Dana-323 menghalau CCG 5402 untuk keluar dari Landas Kontinen Indonesia agar tidak mengganggu kegiatan pengawasan MV Geo Coral . Pada Pelaksanaannya membayangi KN. Pulau Dana-323 Bakamla RI bekerja sama dengan KRI SSA-378 TNI AL," tambah Octavianus.

Menurut dia, pengusiran yang dilakukan oleh Bakamla RI terhadap kapal CCG di Landas Kontinen Laut Natuna Utara, merupakan bentuk nyata dari komitmen untuk selalu menjaga keamanan di laut sesuai dengan tugas dan fungsi Bakamla RI, melalui patroli yang dilakukan oleh unsur-unsurnya.

Dikutip dari The Straits Times, meskipun kapal Penjaga Pantai Tiongkok telah terlihat berkali-kali di ZEE Indonesia, insiden terbaru terjadi hanya beberapa hari setelah Prabowo Subianto mengambil alih jabatan presiden Indonesia.

Tiongkok mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan melalui "sembilan garis putus-putus" pada petanya yang memotong ZEE Malaysia, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam.

Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016 mengatakan klaim Tiongkok tidak memiliki dasar berdasarkan hukum internasional, sebuah keputusan yang tidak diakui Beijing.

Insiden tersebut terjadi di lepas pantai Kepulauan Natuna, sekitar 1.500 kilometer dari Pulau Hainan, Tiongkok. Lokasi pastinya belum jelas. "Kapal Tiongkok pada 21 Oktober bersikeras bahwa wilayah itu berada di bawah yurisdiksi Tiongkok," kata Bakamla, dalam sebuah pernyataan.

"Bakamla akan terus melakukan patroli dan pemantauan intensif di perairan Natuna Utara untuk memastikan pendataan seismik dapat berjalan lancar tanpa mengganggu kedaulatan Indonesia," kata Bakamla.

Pada 24 Oktober, disebutkan kapal Tiongkok itu kembali tetapi dicegat dan kembali diusir. Tidak disebutkan secara rinci apa yang dilakukan kapal itu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, mengatakan pada tanggal 24 Oktober bahwa kapal penjaga pantai itu melakukan "pelayaran rutin di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok sesuai dengan hukum internasional dan hukum domestik".

Ia menambahkan bahwa Tiongkok bersedia memperkuat konsultasi dengan Indonesia "untuk menangani masalah maritim antara kedua negara dengan baik".

Tiongkok menegaskan klaim kedaulatannya melalui armada kapal penjaga pantai yang dikerahkan di seluruh Laut Tiongkok Selatan, beberapa di antaranya dituduh oleh negara-negara tetangganya melakukan perilaku agresif dan mencoba mengganggu kegiatan energi dan perikanan.

Tiongkok biasanya mengatakan penjaga pantainya beroperasi secara sah untuk mencegah pelanggaran teritorial di perairannya.

Pada tahun 2021, kapal-kapal dari Indonesia dan Tiongkok saling membayangi selama berbulan-bulan di dekat anjungan minyak bawah laut yang tengah melakukan penilaian sumur di Laut Natuna. Tiongkok saat itu mendesak Indonesia untuk menghentikan pengeboran di wilayahnya.

Peristiwa terbaru terjadi saat Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, bertemu duta besar Tiongkok di Jakarta pada 24 Oktober.

Kementerian Pertahanan dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa Sjafrie berharap dapat meningkatkan kerja sama pertahanan dengan Tiongkok, termasuk latihan bersama. Kementerian itu tidak menyebutkan insiden maritim minggu ini.

Baca Juga: