Sebuah tim peneliti berhasil menemukan tingkat polutan yang sangat tinggi, termasuk formaldehyde dan mungkin merkuri, di rumah-rumah. Dalam pemantauan yang cermat, diketahui bahwa polutan-polutan ini bervariasi sepanjang hari dan meningkat ketika suhu naik.

Saat kebanyakan orang berpikir tentang polusi udara, mereka berfikir soal cerobong asap, transpotasi dan lain sebagainya, tapi jarang dari Mereka yang memikirkan udara yang mereka hirup di dalam rumah mereka sendiri.

Dalam sebuah studi baru tentang kualitas udara dalam ruangan, tim peneliti WSU menemukan bahwa tingkat polutan yang sangat tinggi seperti formaldehyde dan merkuri, ada di rumah-rumah dan polutan ini bervariasi sepanjang hari dan meningkat ketika suhu naik. Studi ini dipimpin oleh Tom Jobson, profesor di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan diterbitkan dalam jurnal, Building and Environment.

Para peneliti tahu bahwa polusi udara, baik di dalam maupun di luar, memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan manusia, termasuk jantung, paru-paru, otak, dan kesehatan neurologis mereka. Tapi, sementara pemerintah telah meningkatkan regulasi polusi udara luar selama 40 tahun terakhir, ada sedikit regulasi udara di rumah-rumah penduduk.

"Orang-orang menganggap polusi udara sebagai masalah luar ruangan, tetapi mereka gagal mengenali bahwa mereka mengekspos diri mereka pada tingkat emisi yang jauh lebih tinggi di dalam rumah mereka," kata Jobson.

Emisi ini berasal dari berbagai sumber, seperti bahan bangunan, furnitur, produk kimia rumah tangga, dan dari kegiatan seperti memasak.

Salah satu cara untuk membersihkan bahan kimia berbahaya adalah dengan ventilasi ke luar. Namun, dengan meningkatnya kekhawatiran tentang perubahan iklim dan minat dalam mengurangi penggunaan energi, maka rumah di buat lebih kedap udara, yang mungkin secara tidak sengaja memperburuk masalah.

Dalam studi mereka, para peneliti melihat berbagai rumah - dimaksudkan untuk mencerminkan gaya dan usia perumahan khas di AS. Mereka menemukan bahwa kadar formaldehyde naik di rumah ketika suhu meningkat di dalam - antara tiga dan lima bagian per miliar setiap kali suhu meningkat satu derajat Celcius.

"Ketika rumah semakin panas, ada lebih banyak formaldehyde di rumah. Bahan-bahannya lebih panas dan mereka mengeluarkan gas dengan laju yang lebih tinggi," kata Jobson.

Pekerjaan ini menunjukkan bagaimana gelombang panas dan perubahan iklim regional dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan di masa depan. "Ketika orang-orang pergi keluar musim panas tanpa AC, mereka akan terkena konsentrasi polutan yang jauh lebih tinggi di dalam," katanya.

Para peneliti juga menemukan bahwa tingkat polusi bervariasi sepanjang hari - dimana kadar tertinggi di sore hari dan terendah di pagi hari. Sampai sekarang, produsen dan developer berasumsi bahwa polutan tetap sama sepanjang hari.

"Kondisi itu karena mereka mempertimbangkan emisi sehingga mereka mungkin tidak mendapatkan gambaran yang benar tentang seberapa banyak polusi yang terpapar oleh orang-orang di dalam ruangan," katanya. Para peneliti juga terkejut menemukan di satu rumah bahwa papan gipsum memancarkan formaldehida tingkat tinggi dan mungkin merkuri saat dipanaskan.

Setelah menemukan tingkat formaldehida yang tinggi di rumah, para peneliti mencurigai langit-langit dinding papan gipsum bercahaya di rumah. Sekitar setengah dari gipsum yang digunakan di rumah sebagai drywall terbuat dari produk limbah industri batubara.

Mereka menarik samplel dari rumah, memanaskannya di laboratorium, dan mengukur tingkat formaldehida - sebanyak 159 bagian per miliar.

Paparan formaldehid rumah tangga tidak diatur di Amerika Serikat, tetapi Badan AS untuk Zat Beracun dan Registri Penyakit, bagian dari Pusat Pengendalian Penyakit, telah menetapkan delapan bagian per miliar sebagai tingkat risiko minimum.

"Paparan bahan kimia ini berdampak pada kemampuan orang untuk berpikir dan belajar," kata Jobson. "Sangat penting bagi orang untuk lebih sadar akan risiko - membuka jendela adalah hal yang baik."

Para peneliti berencana untuk terus mencari cara untuk mengurangi paparan polusi udara dalam ruangan, seperti menggunakan bahan bangunan hijau.

"Kita harus menyeimbangkan membuat lebih banyak rumah hemat energi dengan melindungi kesehatan dan fungsi kognitif kita," katanya. nik/berbagai sumber/E-6

Baca Juga: