Obat bebas parasetamol digunakan untuk meredakan rasa sakit. Namun, penggunaan obat pereda nyeri ini sering over dosis, sehingga dapat menimbulkan risiko kerusakan hati.

Selama ini, masyarakat menggunakan obat jenis asetaminofen (acetaminophen) atau parasetamol (paracetamol) sebagai pereda nyeri, seperti nyeri haid, sakit gigi, dan sakit kepala. Sebagai obat diperjualbelikan secara bebas, parasetamol tersedia dalam bentuk tablet, sirup, obat tetes (drop), suppositoria, dan infus.

Obat parasetamol bekerja dengan mengurangi produksi zat penyebab peradangan, yaitu prostaglandin. Dengan penurunan kadar prostaglandin di dalam tubuh, peradangan yang ditandai dengan demam dan nyeri akan berkurang.

Sebagai pereda rasa sakit, parasetamol memiliki beberapa merek seperti Tylenol, Panadol atau Excedrin. Sejauh ini, obat-obat tersebut aman untuk mengobati sakit ringan, nyeri, dan demam dalam jangka pendek, asalkan dalam dosis yang sesuai.

Sayangnya, masyarakat sering menggunakan obat ini melebibi dosis. Bahkan dalam beberapa dekade belakangan terjadi peningkatan overdosis parasetamol secara tidak disengaja di banyak negara.

Sebuh penelitian di Swiss terkait kelebihan dosis parasetamol menunjukkan, adanya keracunan pada organ hati. Pada kasus yang lebih parah hal ini menimbulkan kerusakan hati akut, meski jarang menyebabkan kematian.

Di Swiss, sebagian besar tablet yang dijual bebas (over the counter/OTC) mengandung sekitar 500 miligram parasetamol. Namun pada 2003, negara tersebut memperkenalkan tablet khusus resep yang mengandung 1.000 mg atau dosisnya lebih tinggi setengah dari sebelumnya.

Ternyata menurut Swiss National Poison Center (SNPC), masyarakat lebih menyukasi dosis yang lebih tinggi. Dalam dua tahun, penjualan tablet dengan dosis 1.000 mg telah melampaui dosis 500 mg atau dosis yang lebih tinggi terjual sepuluh kali lebih banyak.

Para peneliti di SNPC menyebut terjadi peningkatan signifikan dalam overdosis yang tidak disengaja dari parasetamol. Mereka yang mengalami overdosis sebagian besar menggunakan tablet dengan dosis 1.000 mg.

Farmakoepidemiolog pada Eidgenössische Technische Hochschule Zürich(ETH) Zurich, Andrea Burden, mengatakan, parasetamol tidak bisa efektif untuk melawan rasa sakit pada semua pasien dan semua bentuk rasa sakit. "Satu masalah dengan parasetamol adalah tidak efektif untuk semua pasien atau melawan semua bentuk rasa sakit," ujar dia seperti dilansir Science Alert.

Memaksakan

Menurutnya, masyarakat terlalu memaksa menggunakan parasetamol untuk menghilangkan nyeri. Biasanya ketika obat tidak dapat membantu meringankan rasa sakit, masyarakat akan meningkatkan dosis, tanpa berkonsultasi tenaga profesional di bidang medis. "Itulah masalah sebenarnya," tandas Burden.

Banyak orang tidak menyadari bahwa setiap pil atau tablet parasetamol yang dikonsumsi akan terakumulasi dalam tubuh. Ini berarti mengonsumsi beberapa tablet ukuran 1.000 miligram tambahan dapat membuat berisiko overdosis, karena telah melebihi ketentuan 4.000 mg dalam sehari untuk orang dewasa.

Data SNPC menyebutkan antara 2005 dan 2008, telah terjadi peningkatan 40 persen kasus keracunan, terutama di kalangan orang dewasa yang lebih tua dan anak-anak. "Atas dasar itu, kami dapat menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah kasus keracunan terkait dengan ketersediaan 1.000 miligram tablet," kata ahli farmakologi yang juga Direktur Ilmiah Pusat Racun Nasional Swiss, Stefan Weiler.

Banyak pengguna parasetamol tablet dangan ukuran 1.000 mg menganggap dosis tersebut sebagai obat nyeri yang lebih aman untuk opioid dan narkotika serta sejenisnya ketimbang dosis 500 mg. Namun, menurut Weiler hal ini mengkhawatirkan karena efektivitas parasetamol untuk nyeri akut dan terutama untuk nyeri kronis cukup terbatas.

Burden mengatakan, over dosis parasetamol dapat menimbulkan efek yang parah. Jika masyarakat tidak mendapat hasil yang diharapkan sebaiknya tidak meningkatkan dosis, tanpa konsultasi dengan ahlinya.

Meskipun masih terlalu dini untuk menentukan penyebab pasti dari keracunan tersebut, ahli kesehatan ini memiliki beberapa ide. Burden menawarkan solusi dengan mengurangi kandungan parasetamol pada tablet 1.000 mg. Cara lainnya meresepkan dua tablet 500 mg dalam sekali pemakaian.

Menurut Burden, kesalahan terkait overdosis parasetamol karena konsumen kurang mendapat informasi yang cukup. "Banyak dokter dan apoteker tidak meluangkan waktu guna menjelaskan kepada pasien dampak parasetamol yang menumpuk di dalam tubuh," ujar dia. hay/G-1

Baca Juga: