Sebagai organ vital, kesehatan jantung selalu menjadi perbincangan penting terutama pada kelompok usia tertentu dimana masalah kardiovaskular mulai banyak mengintai.

Terlebih, masalah pada jantung dapat berjalan dengan cepat hingga menyebabkan kematian mendadak yang dikenal dengan henti jantung mendadak.

Melansir laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, henti jantung mendadak merupakan kondisi di mana aktivitas jantung berhenti secara tiba-tiba yang disertai kolaps hemodinamik yang berasal dari masalah jantung.

Ketika terjadi, aktivitas listrik dan pompa jantung berhenti mendadak dan menyebabkan seluruh sistem sirkulasi manusia kolaps atau berhenti berjalan. Akibatnya, pasien yang mengalami henti jantung mendadak akan mengalami hilangnya kesadaran mendadak dan jatuh.

Dokter Rindayu Yusticia Indira Putri dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, menuturkan kejadian henti jantung mendadak kerap ditemui di tempat umum dan keramaian.

Menurutnya, henti jantung mendadak menyumbang 50 persen dari angka kematian akibat masalah jantung. Ironinya, 50 persen dari total kejadian henti jantung mendadak muncul pada pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat masalah jantung sehingga dapat juga diartikan sebagai silent killer.

Henti jantung mendadak disebut Rindayu merupakan gejala pertama yang menandakan bahwa seseorang mengalami kelainan jantung yang jarang disadari.

Kejadian henti jantung mendadak juga semakin meningkat seiring bertambahnya usia seseorang. Data European Society of Cardiology (ESC), mencatat henti jantung mendadak terjadi pada 50 dari 100.000 pasien berusia 50-60 tahun dan lebih sering terjadi pada jenis kelamin laki-laki.

Di negara barat, henti jantung mendadak paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner (PJK), dimana terjadi pada 75-80 persen kasus. Berbeda dengan anjuran yang umum diberikan pada pasien dengan masalah jantung, Rindayu menjelaskan aktivitas fisik dan olahraga terutama yang berat justru dapat menjadi pencetus henti jantung mendadak.

Menurutnya, penyebab dan jenis henti jantung mendadak juga bervariasi tergantung dari rentang usia seseorang. Baik angka kejadian maupun variasinya amat berbeda dalam sebaran usia yang berbeda.

Rindayu menjelaskan seorang pasien yang relatif berusia muda akan didominasi oleh masalah kelainan listrik jantung, infeksi jantung dan kardiomiopati. Sementara, pada pasien di usia 40 atau lebih, setengah dari kasus henti jantung mendadak memiliki latar belakang penyebab dari PJK, terutama serangan jantung koroner.

Kewaspadaan serta Kesadaran

Kejadian henti jantung mendadak dapat terjadi di manapun, kapan saja dan pada siapa saja. Atas dasar itu, pengetahuan dan pemahaman tentang teknik resusitasi dasar menjadi sangat penting, terutama pada periode waktu kritis sebelum tim medis atau paramedis datang.

Resusitasi juga merupakan elemen kunci yang dapat meningkatkan angka keselamatan pada pasien yang mengalami HJM.

Walau kelainan elektrik jantung memang sulit untuk dideteksi dengan pemeriksaan sederhana. Rindayu menyarankan pemeriksaan di bidang kardiologi seperti rekam jantung/ elektrokardiografi (EKG), foto thorax, serta USG jantung (ekokardiografi) dan treadmill secara umum dapat mendeteksi secara awal pasien yang memiliki potensi terjadinya HJM yang mengancam nyawa.

Salah satu indikator paling penting adalah fraksi ejeksi yang didapatkan dari pemeriksaan ekokardiografi.

Pada beberapa kelainan tertentu, tes genetik terhadap mutasi gen penyebab kelainan listrik jantung dapat dilakukan terutama pada pasien yang memiliki riwayat anggota keluarga yang meninggal mendadak yang tidak dapat dijelaskan.

Baca Juga: