Hasil penyidikan Bareskrim ditemukan bahwa bahan-bahan PCC dipasok oleh Suryo, bandar besar bahan mentah PCC asal Singapura.

JAKARTA - Peredaran paracetamol caffeine carisoprodol (PCC) di Indonesia dikendalikan Leni (43 tahun) dan Budi Purnomo (46 tahun), pasangan suami istri asal Bekasi, Jawa Barat, dipasok oleh Suryo, bandar besar bahan mentah PCC asal Singapura. Untuk mengatasinya, Bareskrim mencegah masuknya bahan-bahan tersebut dari luar negeri.

"Kami masih mengembangkan kasus jaringan PCC yang dikendalikan Lina dan Budi. Sudah diketahui kalau yang memasok bahan baku PCC adalah Suryo, warga negara Singapura," kata Wakil Direktur Tindak Pindana Narkoba Bareskrim Polri, Kombes Pol John Turman Panjaitan, di Jakarta, Senin (16/10).

Menurut John, jaringan Lina dan Budi adalah induk dari pengedar PCC di Indonesia. Mereka inilah yang mengedarkan PCC ke seluruh wilayah Indonesia. Yang tertangkap terakhir di Tangerang itu sub-sub kecil dari jaringan Lina dan Budi.

Untuk mengantisipasi terulangnya kembali peredaran pil PCC, tambah John, penyidik mulai bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bea Cukai untuk menangkal masuknya somadril dan tramadol serta zenith ke Indonesia. Obat-obatan seperti somadril, tramadol, dan zenith itu sudah dicabut BPOM dan Bea Cukai. Bareskrim berkoordinasi agar bahan-bahan itu tidak masuk.

Ketiga bahan tersebut sudah lama dilarang masuk ke Indonesia. Untuk itu, tambah John, Bareskrim terus berkoordinasi dengan pengawas masuknya barang-barang dari luar Indonesia di pelabuhan.

Tak Dapat Diekstradisi

Terkait dengan Suryo sendiri, Bareskrim belum dapat mengekstradisi karena Indonesia tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura. "Peredaran PCC sendiri memang beromzet besar karena dapat menghasilkan enam miliar rupiah per enam bulan," tukas John.

Seperti diketahui, Leni dan Budi sengaja menyebar pabrik tempat produksi, gudang penimbunan, dan pengemasan PCC di empat daerah berbeda, agar tidak terendus polisi. Saat akan ditangkap, pelaku sempat menyuruh anaknya untuk menyogok petugas dengan uang 450 juta rupiah.

Menurut Direktur Tipid Narkoba Bareskrim, Brigjen Pol Eko Daniyanto, pelaku mengaku telah memproduksi PCC selama dua tahun. Namun, melihat barang bukti dan cara bekerja, diduga mereka sudah beroperasi selama lima tahun lebih. Bahkan, mereka sudah membangun pabrik lagi di atas lahan dua hektare.

Selama beroperasi, pelaku diduga sudah mengantongi omzet puluhan miliar rupiah. Karena enam bulan beroperasi saja, mereka mengantongi uang hingga 11 miliar rupiah. Budi mampu memproduksi PCC karena sebelumnya pensiunan kepala bagian produksi perusahaan farmasi besar di Bandung.

"Jadi, tinggal dilatih saja anak buahnya untuk mencampur bahan-bahan pembuatan PCC tersebut. Tidak perlu keahlian khusus, tinggal dicampur saja, karena sudah ada ukurannya," tukas Eko.

Bahan pembuatan PCC didatangkan Budi dari Tiongkok dan India. Budi nekad memproduksi PCC karena bahan baku obat tersebut legal, namun memang ada satu bahan yang sudah ditarik dari peredaran oleh BPOM. Dari bahan baku empat ton PCC saja, tambah Eko, mereka mampu mencetak delapan juta pil PCC. Itu dari barang bukti yang disita dari satu tempat saja.

Kasus ini terungkap ketika penyidik menangkap pelaku, M Sirad, di Jalan Pemuda Kav 710-711 Rawamangun, Jakarta Timur, dengan barang bukti 19 ribu somadril compositium. n eko/N-3

Baca Juga: