Keberadaan industri ventilator di dalam negeri mendukung program substitusi impor alkes.

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan bahan baku alat kesehatan (alkes) masih didominasi produk impor. Pada periode 2019- 2020, dari 496 produk alat kesehatan, sebanyak 152 produk alat kesehatan dapat diproduksi dalam negeri.

Meski demikian, baru terdapat 12 persen transaksi bahan baku alat kesehatan di dalam negeri. Artinya, sebagian besar bahan baku alat kesehatan masih harus diimpor.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kemenperin, Taufiek Bawazier menegaskan keberhasilan industri nasional memproduksi ventilator membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membeli produk dalam negeri (PDN) tersebut. Pembelian PDN ventilator juga dapat mengoptimalkan potensi belanja pemerintah sebesar 400 triliun rupiah.

Dia menegaskan keberadaan industri ventilator di dalam negeri mendukung program substitusi impor alkes.

Sebagaimana telah dicanangkan Presiden Jokkwi untuk menggunakan produk-produk buatan dalam negeri. Adapun Kemenperin terus mendukung pertumbuhan dan kemandirian industri alkes dengan memberikan berbagai kebijakan yang kondusif serta instrumen yang berpihak kepada industri alat kesehatan dalam negeri.

"Kita berharap, kita secara bertahap akan membuat alat kesehatan lainnya, antara lain oxygen generator," ujar Taufik di Jakarta, Minggu (9/10).

Dalam rangka Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Kemenperin mengharapkan para pengguna anggaran mengutamakan pembelian ventilator produksi dalam negeri melalui katalog elektronik (e-katalog) LKPP. Sebaliknya, Kemenperin mengharapkan industri dapat optimal dalam memenuhi pasar alat kesehatan dengan meningkatkan kualitasnya.

"Pemenuhan pasar dalam negeri juga akan memberikan kontribusi pada negara dan daerah berupa pajak, nilai tambah ekonomi, serta pemerataan distribusi ekonomi," jelas Taufiek.

Dalam kegiatan Sosialisasi Ventilator Produksi Dalam Negeri yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin M. Arifin menyampaikan harapan Kemenperin agar para stakeholder di Jawa Timur dapat memberikan dukungan penuh terhadap industri alat kesehatan di dalam negeri, seperti yang dilakukan oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Jawa Timur yang ikut berkolaborasi membantu produksi ventilator dalam negeri.

Kegiatan Sosialisasi Ventilator Produksi Dalam Negeri tersebut melibatkan berbagai stakeholder dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kementerian Kesehatan RI, Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), Akademisi, Pelaku Industri, dan perwakilan dari rumah sakit pemerintah maupun swasta.

"Kolaborasi ini merupakan kunci sukses dalam penguatan industri ventilator produksi dalam negeri," terangnya.

Dampak Luas

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penggunaan produk dalam negeri dapat memberikan dampak yang luas bagi perekonomian nasional. Percepatan upaya ini membutuhkan komitmen dan dukungan dari seluruh pihak, yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian bangsa.

"Setiap satu rupiah belanja produk dalam negeri bisa menyumbang perekonomian nasional sebesar 2,2 rupiah," kata Menteri pada acara Business Matching Tahap IV: Percepatan Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri oleh Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN di Nusa Dua, Bali tengah pekan lalu.

Pernyataan tersebut terangnya berdasarkan hasil kajian kerja sama antara lembaga peneliti ekonomi (Indef) dengan Kemenperin pada September 2022. Hasil simulasi model Computable General Equilibrium (CGE) menunjukkan peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,94 persen atau setara dengan nilai 159,25 triliun rupiah.

Bila terdapat transaksi produk dalam negeri (PDN) senilai 72,6 triliun rupiah berarti perbandingan antara nilai transaksi belanja PDN dalam pengadaan pemerintah dengan manfaat ekonomi adalah 72,6 triliun dengan 159,52 triliun rupiah, atau satu rupiah dengan 2,2 rupiah.

Baca Juga: