Rumput laut yang termasuk dalam tumbuhan alga hidup di perairan dangkal dekat pantai. Khusus rumput laut raksasa tumbuh dalam kelompok padat. Sama seperti hutan di darat, dimensinya cukup tebal menyediakan makanan dan tempat berlindung bagi ribuan hewan dan tumbuhan.
Struktur seperti akar menambatkan setiap helai ke bebatuan di dasar laut, sementara gas yang terperangkap di bilah yang bisa mencapai panjang hingga 30 m memungkinkan mereka naik secara vertikal dari alam air. Di dekat permukaan, rumput laut membentuk kanopi lebat yang diembuskan oleh arus dan ombak.
Habitat rumput laut raksasa berada pada kedalaman sekitar 15m. Tumbuhan ini menyerap sinar matahari dan menghisap karbondioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Pertumbuhannya cukup cepat yaitu 60 cm setiap hari, menjadikannya salah satu rumput laut yang tumbuh paling cepat di dunia.
Pertumbuhannya semakin cepat jika dipindahkan ke kedalaman perairan yang kaya nutrisi. Pada kondisi ini pertumbuhan setiap harinya bisa mencapai tumbuh lebih cepat. Pertumbuhan cepat inilah yang memungkinkan rumput laut mengunci sejumlah besar karbon di dalam garis dan daunnya setara dengan ganggang batang dan daun.
Rumput laut yang tebal memungkinkan dipanen untuk dijadikan bahan bakar pesawat terbang yang berkelanjutan. Saat ini, penerbangan menghasilkan 2,4 persen emisi gas rumah kaca global. Untuk membatasi pemanasan global hanya sebesar 1,5 derajat saja maka penggunaan rumput laut bisa dipilih.
Wakil Direktur Divisi Analisis Energi dan Dampak Lingkungan di Lawrence Berkeley National Laboratory di AS, Corinne Scown, mengatakan perubahan yang diperlukan untuk mengakomodasi bahan bakar bio-jet di bandara dan di pesawat. Saat ini keberadaan bio-jet sangat minim.
"Salah satu keuntungan besar dari ini (bahan bakar bio dari rumput laut) adalah dapat menggunakan semua infrastruktur pemurnian yang ada dari industri petrokimia," kata salah satu pendiri dan chief engineer di perusahaan Marine BioEnergy yang berbasis di California, Brian Wilcox kepada BBC.
Wilcox yang bekerja dalam pengembangan biofuel berbasis rumput laut mengatakan masalah bagi industri penerbangan adalah meningkatkan jumlah yang cukup dari bahan bakar berkualitas tinggi yang dibutuhkan untuk pesawatnya. "Dalam banyak kasus terlihat (bahan bakar dari rumput laut) seperti minyak mentah dan melalui proses yang sama," ungkapnya.
ia mengatakan, para peneliti di Institut Wrigley untuk Studi Lingkungan di Pulau Santa Catalina yang bekerja sama dengan Marine BioEnergy sedang mengembangkan apa yang mereka harapkan bisa menjadi solusi yang memungkinkan pertanian rumput laut skala besar yang dapat digunakan untuk biofuel.
Ahli ekologi kelautan di University of Southern California, Diane Kim, telah melakukan serangkaian eksperimen yang didanai Departemen Energi AS. Ia dan tim mengumpulkan dua set rumput laut dari habitat bawah lautnya di lepas pantai Pulau Santa Catalina, California.
Sebanyak 40 helai rumput laut dilekatkan pada tali panjang pada kedalaman 10 m di dekat habitat asli rumput laut, sedangkan 40 lainnya dipasang pada boom yang dapat bergerak ke berbagai kedalaman seperti lift. Selama 100 hari pertama, set ini terendam pada kedalaman 80 m pada malam hari. Pada siang hari, mereka mengangkatnya ke dekat permukaan laut untuk menyerap sinar matahari.
Setelah percobaan, rumput laut dengan siklus naik turun di dalam air laut menghasilkan hampir empat kali lebih banyak biomassa daripada. Selain itu, ganggang siklus-dalam tumbuh jauh lebih cepat 5 persen per hari dibandingkan 3,5 persen untuk set di habitat alami.
Menurut Kim rumput laut membutuhkan sinar matahari dan nutrisi untuk tumbuh, sehingga perlu berada lebih dekat dengan permukaan. "Setiap nutrisi yang diperkenalkan ke permukaan air diserap oleh fitoplankton dengan cukup cepat," jelas Kim.
Menurut dia penggunaan metode tersebut dapat memungkinkan rumput laut untuk dibudidayakan sebagai biofuel. Produk ini cukup menarik karena tidak bersaing dengan produksi pangan, tidak seperti sumber lain seperti jagung, kacang kedelai, dan minyak sawit.
Wilcox, yang telah bekerja dengan Kim, mengklaim lahan rumput laut untuk kebutuhan bahan bakar hanya membutuhkan 0,5 persen dari lautan di Bumi. Bioenergi berbasis rumput laut dapat menggantikan bahan bakar cair bukan hanya untuk pesawat namun juga semua kendaraan di seluruh dunia.
Pada 2013, diperkirakan 4 persen dari lahan pertanian global digunakan untuk menanam biofuel angka yang kemungkinan akan meningkat sejak saat itu seiring dengan meningkatnya permintaan. "Lautan dua kali lebih besar dari daratan. Rumput laut dapat dipanen setiap 90 hari tanpa membunuhnya," kata Wilcox.
Kim percaya bahwa jika rumput laut dapat ditanam di pertanian samudra skala besar, itu bisa menjadi sumber bahan bakar yang murah. Keuntungan budidaya rumput rumput laut adalah tidak memerlukan pupuk atau pestisida untuk tumbuh.
"Alasan siklus kedalaman penting adalah karena ini memberdayakan kita untuk menumbuhkan jutaan ton rumput laut dengan menarik pertanian di laut terbuka dengan kendaraan tak berawak. kapal selam drone," kata Wilcox. hay
Rumput laut yang tumbuh di laut dangkal dapat dikembangkan menjadi bahan bakar berkelanjutan untuk pesawat jet. Lahan pantai untuk membudidayakan biofuel ini tersedia sangat luas sehingga tidak akan bersaing dengan lahan pertanian pangan.
Bahan Bakar Pesawat dari Rumput Laut
08 Desember 2021, 00:00 WIB
Waktu Baca 4 menit