Makan bergizi gratis harus disesuaikan dengan kemampuan produksi di dalam negeri agar program ini tidak membebani negara.

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) telah meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk tidak memaksakan menu susu sapi dalam program makan bergizi gratis. Produksi susu sapi di Indonesia belum mencukupi jika harus digunakan untuk kebutuhan makan bergizi gratis.
Disarankan agar menu susu diganti dengan sumber-sumber protein yang lain.

"Susu itu memang produksinya belum cukup, kami menyarankan dan kami minta ke Badan Gizi untuk tidak terlalu memaksa harus minum susu," ujar Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, di Jakarta, Selasa (30/10).

Seperti dikutip dari Antara, Sudaryono mengatakan makan bergizi gratis, tidak harus meminum susu. Protein yang berasal dari hewani, seperti telur, ayam, ataupun protein nabati mampu mencukupi kebutuhan harian anak-anak dan ibu hamil.

Namun demikian, Sudaryono mengatakan bila produksi susu sapi di Indonesia telah mencukupi, perlahan-lahan menu ini bisa dimasukkan ke dalam makan bergizi gratis.

Sudaryono menyampaikan makan bergizi gratis ini harus disesuaikan dengan kemampuan produksi nasional. Sebab, ia tidak ingin program ini malah membebani negara dengan memaksa pemberian susu sapi, sehingga harus melakukan impor.

"Nanti pelan-pelan seiring dengan produktivitas susu kita, kita akan tingkatkan. Tentu saja kita ingin ngasih susu, di beberapa daerah sentra-sentra susu seperti di Banyumas, Boyolali, yang dia dekat dengan sentra susu, ada beberapa sekolah yang makan bergizinya nanti ada susunya," katanya.

Kementan sebelumnya menegaskan tidak ada rencana untuk mengimpor 1,8 juta ton susu dari Vietnam untuk mendukung program makan bergizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Ajak Investor

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono, mengatakan Kementan tidak ada rencana melakukan impor tersebut, namun lebih kepada mengajak investor dari Vietnam untuk membangun industri sapi perah di Tanah Air.

"Perlu ditegaskan Indonesia tidak merencanakan impor 1,8 juta ton susu dari Vietnam. Kebijakan yang diinisiasi oleh Kementan adalah mengundang investor asal Vietnam untuk membangun industri sapi perah di Indonesia dengan tujuan meningkatkan produksi susu nasional, bukan untuk mengimpor produk susu," kata Arief.

Arief menyatakan pihaknya ingin memperjelas informasi yang beredar, sehingga tidak salah dalam menangkap pernyataan Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, terkait investasi perusahaan Vietnam untuk produksi susu sebesar 1,8 juta ton.

Arief mengungkapkan Mentan menekankan kerja sama antara Indonesia dan Vietnam difokuskan pada peningkatan kapasitas produksi dalam negeri guna mencapai kemandirian pangan, sesuai arahan Presiden Prabowo.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI), Sudibyo Alimoeso, menyarankan makan bergizi gratis mengakomodasi program-program yang sudah ada sebelumnya agar bisa mengambil pengalaman atau data-data yang komprehensif sehingga pemberiannya lebih tepat sasaran.

"Kalau bisa kan memanfaatkan yangexisting(sudah ada), kalau yang sudah berjalan itu kalau ada yang kurang, ya diperbaiki. Namun, ini kan (makan bergizi gratis) sudah siap semua infrastrukturnya, misal ada posyandu dan sebagainya," katanya.

Menurut Sudibyo, apabila program makan bergizi gratis dapat mengakomodasiprogram-program yang sudah ada maka tingkat keberlanjutannya dapat lebih stabil.

Baca Juga: