Badan Energi Internasional (IEA) pada hari Rabu (12/10) memperingatkan keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ untuk memangkas produksi telah mendorong kenaikan harga dan dapat memicu ekonomi global ke jurang resesi.

"Kemerosotan ekonomi yang tak henti-hentinya dan harga yang lebih tinggi yang dipicu oleh rencana OPEC+ untuk memangkas pasokan memperlambat permintaan minyak dunia," ujar IEA, yang mencakup Amerika Serikat dan negara-negara konsumen utama lainnya.

Badan yang berbasis di Prancis itu menuturkan pengendalian produksi minyak OPEC+ di tengah inflasi hanya akan membawa ekonomi global ke level yang sangat rendah.

"Dengan tekanan inflasi yang tak henti-hentinya dan kenaikan suku bunga, harga minyak yang lebih tinggi dapat membuktikan titik kritis bagi ekonomi global yang sudah di ambang resesi," tambahnya dalam laporan minyak bulanannya.

Peringatan IEA tersebut menyoroti keretakan dengan Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia dan pemimpin de facto OPEC.

OPEC+ pada pekan lalu mengumumkan akan memangkas produksi harian sebesar 2 juta barel yang disebutnya demi mengimbangi ketidakpastian ekonomi dan pasar minyak global.

Angka itu menjadi pemangkasan terbesar aliansi dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia itu sejak 2020, sekaligus berpotensi menerbangkan harga minyak dunia.

Sekretaris Jenderal OPEC Haitham Al Ghais membela keputusan OPEC+, dengan mengatakan bahwa aliansi itu berusaha untuk memberikan keamanan dan stabilitas ke pasar energi.

Tak butuh waktu lama, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada hari Selasa (11/10) berjanji memberikan konsekuensi kepada untuk Arab Saudi setelah pengumuman 'merugikan' OPEC+.

Pernyataan Biden muncul sehari setelah Senator Demokrat Bob Menendez, ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat, mengatakan AS harus segera membekukan semua kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata kepada kerajaan.

Walau begitu, Biden tidak membahas opsi apa yang dia pertimbangkan. Sekretaris pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan tinjauan kebijakan akan dilakukan tetapi tidak memberikan batas waktu untuk tindakan atau informasi tentang siapa yang akan memimpin evaluasi ulang.

"Amerika Serikat akan mengawasi situasi dengan cermat selama beberapa minggu dan bulan mendatang," katanya seperti dikutip dari Reuters.

Baca Juga: