JAKARTA - Laporan Global Cancer Observatory (Globocan) 2020 menyebutkan, kasus kanker kolorektal baru terjadi hampir 12 persen pada laki-laki dan hampir 6 persen pada perempuan di Indonesia. Kejadian kanker kolorektal menempati urutan keempat tertinggi di Indonesia dengan lebih dari 34 ribu kejadian baru sepanjang tahun 2020.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP memaparkan, kejadian kanker kolorektal terus meningkat. Kebanyakan pasien datang ke dokter saat kondisi sudah pada stadium tinggi.

"Oleh karenanya penting bagi masyarakat untuk lebih memahami tentang faktor risiko dan gejala kanker kolorektal dan melakukan deteksi dini agar dapat terhindar dan atau sembuh dari kanker kolorektal," ujar dia dalam webinar Kamis (30/11).

Banyak faktor risiko kanker kolorektal yang perlu diwaspadai, selain riwayat keluarga, juga kebiasaan diet rendah serat namun tinggi lemak, gejala lainnya termasuk pendarahan saat buang air besar (BAB), kelelahan, dan kelemahan. Paparan polusi udara dan air khususnya zat karsinogen penyebab kanker.

"Jika faktor risiko kanker kolorektal tersebut merupakan pola hidup yang dijalankan, maka tes skrining diantaranya melalui kolonoskopi penting untuk dilakukan, khususnya bagi orang berusia di atas 50 tahun," ungkap Prof. Aru.

Prof. Aru Sudoyo lebih lanjut mengutarakan bahwa kanker kolorektal biasanya dimulai sebagai pertumbuhan seperti kancing di permukaan lapisan usus atau dubur yang disebut polip. Saat kanker tumbuh, ia mulai menyerang dinding usus atau rektum.

Bukan hanya usus dan rektum, kelenjar getah bening di dekatnya juga dapat diserang. Karena darah dari dinding usus dan sebagian besar rektum dibawa ke hati, kanker kolorektal dapat menyebar ke hati setelah menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya.

Ia mengingatkan tentang pentingnya kewaspadaan terhadap sindrom Lynch dan sindrom poliposis MUTYH. Sindrom Lynch berasal dari mutasi gen bawaan yang menyebabkan kanker kolorektal pada 70 hingga 80 persen orang dengan mutasi tersebut.

Orang dengan sindrom Lynch sering berkembang menjadi kanker kolorektal sebelum usia 50 tahun. Mereka juga berisiko lebih tinggi terkena kanker jenis lain, terutama kanker endometrium dan kanker ovarium, tetapi juga kanker perut dan kanker usus kecil, saluran empedu, ginjal, dan ureter.

Pengobatan Kolorektal

Prof. Aru Sudoyo menjelaskan tentang beberapa opsi pengobatan kanker kolorektal. Operasi, Kemoterapi, Terapi Radiasi, Terapi Target, dan Imunoterapi kanker kolorektal, bisa dilakukan disesuaikan dengan kondisi dan lokasi kanker kolorektal.

Seiring dengan kemajuan penanganan kanker kolorektal di Indonesia, khususnya dengan tersedianya terapi target dan pemeriksaan status penanda tumor RAS, diharapkan angka kematian karena kanker kolorektal dapat terus berkurang.

Dengan pilihan metode pengobatan personalized treatment membantu menegakkan diagnosis yang lebih akurat, memungkinkan pemberian obat yang tepat sehingga akan meminimalisir efek samping dan meningkatkan keberhasilan pengobatan dan kesembuhan.

Jika kanker kolorektal telah memasuki stadium IV dan berkembang ke banyak organ dan jaringan yang jauh, Prof. Aru Sudoyo menjelaskan bahwa pembedahan mungkin tidak membantu memperpanjang umur seseorang. Pilihan pengobatan lain dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan dapat menghasilkan gejala tambahan yang membuat kualitas hidup seseorang menjadi lebih buruk.

Perawatan paliatif ketika seseorang memutuskan untuk tidak melakukan perawatan medis yang berupaya menyembuhkan kanker. Sebagai gantinya memilih perawatan paliatif untuk mencoba membuat hidup lebih nyaman.

"Perawatan paliatif biasanya akan melibatkan menemukan cara untuk mengelola rasa sakit dan mengurangi gejala seseorang sehingga mereka dapat hidup dengan nyaman selama mungkin," ujar Prof. Aru.

Cegah Sedini Mungkin

Agar terhindar dari kanker kolorektal Ia menghimbau agar masyarakat melakukan pencegahan sedini mungkin dengan berhenti merokok dan hindari alkohol. Selain itu melakukan skrining untuk kanker kolorektal, makan banyak sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian, berolahraga secara teratur dan kendalikan berat badan.

"Kanker dapat disembuhkan jika dideteksi dan dirawat pada stadium awal, maka ingat #Periksa dengan meningkatkan kepedulian terhadap risiko kanker kolorektal sejak awal," tutup Prof. Aru Sudoyo.

Yayasan Kanker Indonesia (YKI) bekerjasama dengan PT Merck Tbk (Merck Indonesia) memperkenalkan kampanye #Periksa akronim dari Peduli Risiko Kanker Kolorektal Sejak Awal. Kampanye ini bertujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli dalam mengenali tanda atau gejala awal yang berkaitan dengan risiko kanker kolorektal dengan melakukan deteksi dini secara daring.

Masyarakat dapat mengisi "Kuesioner Risiko Kanker Usus Besar" melalui situs bit.ly/yukperiksa untuk mengetahui apakah gaya hidup yang dijalankan merupakan faktor risiko kanker usus besar. Kuesioner #Periksa ini dapat membantu masyarakat tentang pemahaman faktor risiko kanker kolorektal.

Corporate Secretary PT Merck Tbk, Melisa Sandrianti, mengatakan perusahaan tersebut melihat pentingnya deteksi dini sebagai upaya pencegahan. "Hal ini sejalan dengan tujuan bisnis kami yaitu as one for patients untuk membantu memperoleh keturunan, meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang hidup pasien," ujar dia.

Baca Juga: