JAKARTA - Bisnis bancassurance ke depan diyakini masih prospektif ke depan di tengah upaya perbanakan melakukan efisiensi operasional melalui program layanan bank tanpa kantor atau branchless banking. Sebab, produk asuransi unitlink yang biasa dijual melalui kanal hasil kerja sama perusahaan asuransi dan perbankan itu masih banyak diminati.
Salah satu perusahaan yang masih tetap optimistis tersebut adalah perusahaan asuransi jiwa PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri). Bahkan, dalam lima tahun ke depan, perusahaan menargetkan mampu menggaet 25 persen nasabah Bank Mandiri melalui jalur distribusi in branch atau kantor melekat di kantor cabang Bank Mandiri.
Saat ini, penetrasi AXA Mandiri baru memiliki 1,2 juta nasabah atau 12 persen dari total nasabah Bank Mandiri. "Kebutuhan proteksi ada di semua layer (lapisan), makanya kami bidik hingga 25 persen dengan berbagai strategi yang sudah kami siapkan," tutur Director of In Branch Channel AXA Mandiri, Tisye D Retnojati kepada wartawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, beberapa strategi baru akan diterapkan melihat pola transaksi yang berubah dari nasabah. Saat ini, banyak nasabah tidak lagi mendatangi kantor bank untuk bertransaksi. Nasabah lebih banyak bertransaksi secara mobile atau melalui internet di dunia maya. "Shifting transaksi ini yang kita antisipasi dengan berbagai strategi, apakah customer services kami yang datang ke nasabah dengan menjemput bola," kata dia.
Pihaknya tidak melihat penambahan in branch di kantor cabang Bank Mandiri sebagai langkah efektif. Apalagi, pertumbuhan pembukaan cabang baru Bank Mandiri tidak terlalu besar. Selain itu, pihaknya juga belum melihat adanya kebutuhan mendesak untuk menambah Financial Advisor (FA). Secara alami, penambahan FA hanya sekitar 5 persen tiap tahunnya.
Saat ini, AXA Mandiri memiliki 2.300 FA yang ditempatkan di 2.100 kantor cabang Bank Mandiri. Saat ini, cabang Bank Mandiri di seluruh Indonesia mencapai sekitar 3.000 kantor. Tisye menjelaskan AXA Mandiri masih memimpin di jalur distribusi bancassurance nasional dengan penguasaan 18,6 persen.
Distribusi bancassurance berkontribusi 80 persen dari pendapatan premi. "Walaupun terjadi shifting transaction, bancassurance tetap tumbuh, karena produk unit link masih diminati masyarakat Indonesia dan tumbuhnya cukup besar," tutur dia. Sesuai aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), produk unit link harus dijual secara tatap muka, bukan lewat telemarketing ataupun digital.
Penetrasi Rendah
Tisye menambahkan, saat ini, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah. Tercatat hanya 2,87 persen terhadap PDB.
Sebelumnya, Deputi Direktur Pengawasan Asuransi 2, Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan OJK Kristianto Andi Handoko menuturkan, pada 2012 total aset industri asuransi mencapai 584,02 triliun rupiah. Kemudian akhir 2016, asetnya melompat menjadi 968,92 triliun rupiah. Dalam empat tahun terakhir, aset industri asuransi meningkat 65 persen.
mad/E-10