JAKARTA - Pemerintah bersama pemangku kepentingan atau stakeholder dalam bursa karbon perlu mengantisipasi berbagai penyelewengan dalam penerapannya. Sebab, penerapan perdagangan karbon masih menjadi hal baru bagi sektoe keuangan di Indonesia.

Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Heru Kristiyana memperingatkan penerapan perdagangan bursa karbon perlu diawasi secara ketat. "Hal ini dikarenakan adanya tantangan bahwa bursa karbon dapat dijadikan sebagai media greenwashing akibat carbon offset, yang mana perusahaan seolah-olah menurunkan emisi karbon, meskipun pada kenyataannya masih menyumbang emisi karbon yang cukup besar," kata dia dalam LPPI Virtual Seminar #95: Bursa Karbon dan Peluangnya bagi Sektor Keuangan Indonesia di Jakarta, Selasa (21/11).

Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon yang dihadirkan sebagai bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengatasi perubahan iklim. Bursa karbon bertujuan menciptakan insentif bagi perusahaan dan negara guna mengurangi GRK dengan cara menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.

Secara resmi, bursa karbon yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia diluncurkan pada September 2023. Produk yang diperdagangkan di bursa karbon meliputi persetujuan teknis batas atas emisi pelaku usaha dan sertifikasi pengurangan emisi GRK.

Heru menganggap penerapan bursa karbon di Indonesia akan memperkuat upaya pengurangan emisi karbon dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Di sisi lain, dia menyatakan bahwa peran pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan perdagangan karbon perlu menyadari dan memitigasi tantangan yang ada, seperti fenomena greenwashing, melalui regulasi dalam penyelenggaraan bursa karbon.

"Melalui seminar ini, diharapkan kita semua paham mengenai perdagangan karbon dan regulasi yang mendasarinya, sehingga kita mengetahui pentingnya peluang bagi sektor keuangan Indonesia untuk terus menerapkan ekonomi yang berkelanjutan. Semoga bisa memberikan pemahaman yang lebih luas, terutama juga bagi dunia usaha, bagi para bankir, untuk terus bagaimana kita memfasilitasi upaya-upaya yang baik ini untuk mengurangi emisi gas rumah kaca," ujarnya.

Penggunan Bertambah

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai akumulasi dari transaksi bursa karbon mencapai 29,45 miliar rupiah sejak diluncurkan pada 26 September 2023. Jumlah pengguna jasa yang telah mendapatkan izin mencapai 24 pengguna, dengan total volume 464.843 ton setara karbon dioksida (CO2e).

"Jumlah tersebut bertambah dari catatan Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK untuk September 2023 pada 9 Oktober lalu, yang mana jumlah pelaku perdagangan karbon sebanyak 16 pelaku dengan volume unit karbon yang diperdagangkan mencapai 459.953 ton CO2e," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, awal pekan ini.

Baca Juga: