Selama ini, berbagai macam kebijakan impor pangan berujung pada tindak pidana, seperti mafia minyak goreng dan kasus impor garam karena merugikan masyarakat dan petani.

JAKARTA - DPR RI mempertanyakan adanya keterlibatan mafia beras dalam kebijakan impor beras sebanyak ratusan ribu ton oleh pemerintah pada akhir Desember lalu. Karena itu, diperlukan adanya keterlibatan aparat penegak hukum untuk mengawasi maupun menginvestigasi dugaan permainan mafia pangan tersebut.

Anggota Komisi III DPR RI, Moh. Rano Alfath, menegaskan kebijakan impor beras ini sedang ramai disoroti masyarakat. Untuk itu, dirinya meminta aparat penegak hukum, baik Polri maupun Kejaksaan untuk turun tangan meningkatkan pengawasan.

"Segera gerak cepat dan proses hukum apabila terbukti ada mafia-mafia yang terlibat, kita tunjukkan bahwa negara tidak main-main soal ketahanan pangan karena ini menyangkut hajat hidup banyak orang," tegas Rano dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (5/1).

Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menjelaskan negara perlu belajar dari berbagai macam kebijakan impor pangan yang berujung pada tindak pidana, seperti mafia minyak goreng dan kasus impor garam. Sebab, masyarakat dan petani menjadi korban utama dalam kasus mafia pangan ini.

"Untuk itu, kita harus ekstra hati-hati dan lakukan pengawasan ketat terkait impor beras ini jangan sampai dijadikan ladang untuk memperkaya diri sendiri bagi oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Bila perlu bentuk satgas-satgas terkait agar penegakan hukumnya lebih optimal," tegas Legislator Daerah Pemilihan Banten III tersebut.

Sebelumnya, pemerintah mengimpor 500 ribu ton beras demi memperkuat stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang ditargetkan sebanyak 1,2 juta ton pada akhir 2022. Dengan tambahan beras impor tersebut, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama Januari-Februari 2023 yang secara kalkulasi neracanya masih defisit.

Data BPS

Sementara itu, pengamat bidang pertanian Prof Pantjar Simatupang menegaskan data Badan Pusat Statistik (BPS) harus dipercaya bahwa Indonesia berhasil mewujudkan surplus beras 2022. Menurutnya, BPS sebagai satu-satunya otoritas data statistik.

"Dari laporan BPS kan begitu, produksi beras kita pada 2022 surplus lebih kurang 1,7 juta ton. Lalu tahun lalu kan ada survei cadangan beras yang juga dilakukan BPS, stok beras kita di akhir Juni 9,71 juta ton. Bulan Juli sampai Desember memang musim paceklik, tapi menurut data KSA (kerangka sampling area,-red) BPS, produksi beras kita mencapai 13,34 juta ton. Kalau ditambahkan stok pada akhir bulan Juni 9,71 juta ton maka ketersediaan pasokan beras selama Juli sampai Desember mencapai 25,05 juta ton. Itu ketersediaan beras yang sangat banyak" ujar Pantjar.

Dia menjelaskan setiap tahun, BPS merilis kinerja produksi padi dan beras nasional dan sejak 2018, hasilnya selalu surplus beras. "Kan sekarang prinsipnya satu data, komandonya di BPS, jadi data BPS dong yang dipakai, bukan data lain," terangnya.

Lebih jauh, Pantjar mengatakan program peningkatan produksi padi dan beras adalah program Presiden Jokowi, yang ada di Nawacita. Dengan demikian, seharusnya pembantu-pembantunya saling dukung dan melengkapi bukan saling tidak percaya. "Saya malah aneh, kalau ada pihak yang mempertanyakan data BPS itu, terus yang mau dipercaya data dari mana lagi?" tegasnya.

Baca Juga: