SYDNEY â€" Pemerintah Aus­tralia mengingatkan bahwa perekonomian negaranya akan mengalami kemerosotan ter­cepat sepanjang sejarah pada kuartal kedua tahun ini.

Defisit anggaran yang ter­jadi tahun ini juga menjadi yang terbesar sejak Perang Dunia II. Semua ini sebagai dampak dari pandemi wabah virus korona.

Sejak status pandemi diumumkan, pemerintah Aus­tralia telah membelanjakan puluhan miliar dolar untuk mengatasi beragam masalah yang timbul.

Sayangnya, pengeluaran besar-besaran ini tidak sejalan dengan pemasukan yang biasa didapat dari sektor industri serta aktivitas ekspor-impor.

Pandemi ini terasa makin buruk bagi Australia yang pada awal tahun lalu juga mesti berjuang menghadapi ben­cana kebakaran hutan besar-besaran.

GDP Australia akan mengalami kontraksi hingga 7 persen pada periode Aprilâ€"Juni 2020. Hal ini membuat eko­nomi Australia harus menghadapi resesi untuk yang per­tama kalinya dalam hampir tiga dekade terakhir.

Sebelumnya, ada sejum­lah negara kekuatan ekonomi global yang masuk ke dalam resesi. Selain Korsel, negara lain seperti Singapura, Jepang, Jerman, Prancis juga mengala­mi penurunan ekonomi ini.

Defisit Anggaran

Menteri Keuangan Aus­tralia, Josh Frydenberg, mengatakan bahwa defisit ang­garan bisa saja melonjak menjadi 185 miliar dollar Aus­tralia hingga 30 Juni, hampir sepersepuluh dari total PDB. Pada 12 bulan sebelumnya, defisit anggara Australia juga tercatat sebesar 86 miliar dol­lar Australia.

“Angka-angka kasar ini menunjukkan kenyataan pahit yang kita (Australia) alami. Prospek ekonomi sangat tidak pasti,†ungkap Frydenberg.

Sebagian besar perkiraan defisit berasal dari pengeluaran stimulus besar-besaran yang sengaja digelontorkan untuk menjaga perekonomian tetap bertahan dan mencegah meluasnya depresi ekonomi. Pemerintah Australia setidaknya sudah menggelontorkan sekitar 289 miliar dollar Aus­tralia stimulus ekonomi un­tuk melindungi negara dan warganya.

Frydenberg menjelaskan stimulus ini umumnya dialo­kasikan untuk mendukung para pekerja, bisnis, dan para pensiunan.

Akibat wabah ini juga angka pengangguran di Australia melonjak tajam. Sekarang jum­lahnya mencapai 7,4 persen, tertinggi dalam dua dekade. Angka ini diperkirakan akan naik sampai 9,3 persen pada Desember nanti.

Melihat kondisi yang makin buruk ini, pemerintah Aus­tralia tetap percaya diri mem­perkirakan bahwa ekonomi bisa tumbuh kembali pada kuartal ketiga mengingat pem­batasan sosial sudah mulai longgar dan masyarakat sudah mulai kembali bekerja.

Terakhir, Frydenberg mem­perkirakan GDP Australia mampu tumbuh sampai 2,5 persen di tahun 2021 dengan asumsi bahwa pembatasan sosial skala internasional akan dicabut pada bulan Januari. AFP/P-4

Baca Juga: