Australian Financial Review (AFR) melaporkan bahwa Australia berencana untuk meluncurkan serangkaian insentif keuangan untuk mendorong investasi di sektor energi bersih lokal dan mencegah agar uang dan talenta tidak ditarik ke luar negeri oleh subsidi di Amerika Serikat dan Eropa.

Seperti halnya negara-negara di seluruh dunia maju, Australia menanggapi insentif energi bersih yang sangat besar dalam Undang-Undang Pengurangan Inflasi senilai 430 miliar dolar dari Presiden AS Joe Biden dan Rencana Industri Green Deal dari Komisi Eropa.

"Jika Australia ingin menjadi negara adidaya energi terbarukan, pemerintah harus menjadi mitra dalam hal ini, bukan hanya sebagai pengamat," kata Perdana Menteri Anthony Albanese dalam pidatonya, dikutip dari Reuters, Minggu (18/1).

"Kita tidak harus menggunakan dolar demi dolar dalam pengeluaran kita, namun kita dapat bersaing dalam hal kualitas dan dampak dari kebijakan-kebijakan kita. Dalam semua ini, kita harus siap untuk berpikir besar," tambah Albanese.

Kantor perdana menteri tidak segera menanggapi permintaan untuk memberikan komentar. Skema pemerintah kemungkinan besar merupakan kombinasi dari subsidi dan investasi bersama, kata laporan AFR, mengutip sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya.

Australia mengklasifikasikan nikel sebagai "mineral penting," membuka jalan bagi industri yang dilanda krisis untuk mengakses miliaran dolar dalam bentuk dukungan pemerintah.

Sektor nikel di negara ini menghadapi ribuan pemutusan hubungan kerja setelah lonjakan suplai dari Indonesia membuat harga jatuh 40 persen dalam setahun.

Skema ini akan menjadi yang terbaru dari serangkaian program pemerintah Partai Buruh yang berhaluan kiri-tengah yang dirancang untuk menghidupkan kembali industri manufaktur atau mendorong industri baru, termasuk Dana Rekonstruksi Nasional senilai 15 miliar dolar Australia atau setaea 9,8 miliar dolar AS dan suntikan dana baru sebesar 500 juta dolar Australia tahun lalu untuk mineral-mineral penting.

Baca Juga: