Keputusan pemerintah membuka kembali pariwisata Bali turut menjadi sorotan media asing. Apalagi, pasca dilakukannya reopening, dan tidak ada satu pun penerbangan membawa turis datang.

Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita) Bali menilai kebijakan atau aturan pemerintah mengenai pembukaan penerbangan internasional ke Pulau Dewat bagi Wisatawan Mancanegara (Wisman) dinilai oleh masih memberatkan.

"Pertama, adalah berbagai kebijakan-kebijakan yang harus diikuti oleh industri itu, mungkin perlu dievaluasi kalau menurut saya," kata Ketua Asita Bali Ketut Ardana, saat dihubungi Rabu (20/10).

Ia menerangkan, untuk aturan yang masih menyulitkan adalah karantina di hotel selama lima hari bagi wisman terutama bagi wisman di negara Asia yang long of stay atau masa tinggal liburannya lebih pendek daripada wisman asal Eropa.

"Masih agak menyulitkan. Karantina, yang tadinya delapan hari sekarang turun menjadi lima hari. Mungkin, bagi wisatawan Eropa yang long of stay cukup panjang biasanya kalau Eropa itu paling tidak dua Minggu. Jadi, aturan karantina lima hari mungkin masih oke buat mereka, karena mungkin cukup banyak waktu bisa digunakan melihat Bali dan sekitarnya," katanya.

"Tetapi tentu akan (beda) bagi wisatawan yang long of stay-nya itu pendek. Katakanlah negara-negara di Asia seperti China, Korea, Jepang. Iya itu agak sulit karena mereka rata-rata masa tinggalnya itu sekitar lima hari ke bawah," imbuh Ketut ARdana.

Kendati, begitu pihaknya memahami adanya aturan itu yang dibuat oleh pemerintah untuk pertimbangan kesehatan atau lain-lainnya. Namun, bagi bagi industri yang menginginkan lebih cepat karantina supaya lebih cepat bisa berbisnis.

"Tentu, kami juga punya usulan-usulan karena sudah 1,5 tahun kami mati suri di Bali. Usulannya, kalau turun jadi tiga hari masih oke. Iya tentu, harapan kami nol (tanpa karantina). Tapi, sekali lagi kami menyampaikan pemerintah membuat aturan itu tentu ada pertimbangan yang kaitannya dengan masalah kesehatan dan masih perlu dibuat aturan begitu," ujarnya.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti soal aturan syarat jaminan asuransi kepada wisman yang masuk ke Indonesia dan ke Bali, dengan nilai mencapai US$100 ribu atau Rp1 miliar. Ia menyebutkan, aturan itu tentu juga menjadi kendala bagi wisman untuk berlibur ke Bali. Karena menurutnya tidak semua wisman yang datang ke Pulau Dewata adalah orang-orang yang kaya.

"Sebenarnya satu kendala lain. Wisatawan yang akan berholiday tentu mereka tidak selalu adalah orang-orang yang kaya banget. Banyak yang kelasnya middle. Kalau middle class, ada aturan yang begitu saya pikir mereka berat untuk datang," ujar Ketut Ardana.

"Kalau Rp 1 miliar asuransinya lalu premi atau covered-nya kalau terjadi apa-apa nanti klien atau turis itu dibayar sekian angkanya. Kalau saya tidak salah tangkap, ini adalah asuransi untuk Covid-19, memang sekali lagi saya sampaikan kalau itu memang asuransi untuk wisatawan tujuan adalah holiday atau leasure maka memang itu tidak mudah," ujarnya.

Menurutnya, bagi wisman kemanapun mereka pergi berwisata biasanya sudah membeli asuransi dengan covered-nya yang tentu tidak terlalu besar. Tapi yang jelas kalau wisatawan datang ke destinasi biasanya mereka sudah asuransi insurance.

"Sekarang, yang di persyaratan ini nampaknya asuransi lain. Asuransi yang kaitannya dengan Covid-19, kalau saya tidak salah. Semuanya kebijakan-kebijakan itu sulit rasanya, pasti memang tidak mudah bagi kami industri," ujarnya.

Selain itu, ia juga menyampaikan untuk anggota Asita Bali tentu menginginkan aturan-aturan yang meringankan bagi calon wisman yang datang ke Bali. Salah satunya juga adalah kembali diberlakukan lagi visa on arrival.

"Kalau bagi anggota Asita tentu kami menginginkan aturan-aturan yang meringankan bagi calon wisatawan. Oleh karena, itu aturan-aturan yang sudah pernah diterapkan sebelum pandemi tentu kami berharap bisa secepatnya kembali lagi," kata Ketut Ardana.

Baca Juga: