JAKARTA - Untuk mengurangi ketimpangan sosial, pemerintah diminta mempertimbangkan pemberian tunjangan uang melalui asuransi bagi pekerja yang diputus hubungan kerja (PHK). Selain itu, perlu ada perbaikan peraturan tentang pajak yang dapat mengakomodasi potensi pendapatan pajak dan realitas kekayaan kelompok super kaya di Indonesia.

Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin, mengatakan fakta kekayaan di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh sedikit orang menunjukkan bahwa ketimpangan sosial masih cukup tinggi.

Karena itu, perlu ada upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial, di antaranya adalah dengan tunjangan asuransi PHK dan perbaikan peraturan perpajakan.

Menurut penelitian yang Bagus lakukan bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), indeks ketimpangan sosial Indonesia pada 2017 berada di angka 5,6. "Artinya, warga mempersepsikan ada lima hingga enam ketimpangan dari 10 ranah sumber ketimpangan yang diajukan dalam survei," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) kerap menjadi persoalan di Indonesia. "Kadangkala PHK tidak bisa dihindari, apalagi dengan adanya digitalisasi sehingga harus ada skema yang menjadi bantalan agar para pekerja itu bisa melanjutkan kariernya ketika ada PHK," katanya.

Hanif menerangkan, kedua kebijakan sosial yang tengah dikaji adalah skema pendanaan pelatihan atau skill development fund, dan tunjangan PHK atau unemployement benefit. Melalui skema pendanaan pelatihan, pemerintah menjanjikan pelatihan bagi pekerja korban PHK, baik itu pelatihan menambah keterampilan yang lama (upskilling) atau berganti keterampilan (reskilling).

Sementara melalui tunjangan PHK, pemerintah akan menyediakan tunjangan bagi keluarga korban PHK selama pekerja mengikuti program pelatihan, hingga mendapatkan pekerjaan baru.

"Dengan kombinasi kedua kebijakan tersebut, diharapkan pekerja yang melalui PHK berhasil mendapatkan pekerjaan baru dengan penghasilan yang lebih besar karena sudah melalui pelatihan," katanya.

Mengenai pendanaannya, Menteri Hanif mengaku masih melakukan kajian, apakah memerlukan intervensi APBN atau menggandeng pihak lain seperti BPJS Ketenagakerjaan.cit/E-3

Baca Juga: