JAKARTA - Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (DPN Korpri) berharap kasus drg Romi Syofpa Ismael hendaknya jadi momentum untuk memperbaiki sistem rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sistem rekrutmen harus jelas. Jangan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.

"Kasus drg Romi Syofpa Ismael yang dibatalkan hasil tes CPNS-nya hanya karena seorang disabilitas harus jadi momentum memperbaiki pola rekrutmen CPNS ke depan, sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi di masa datang. Jadi, itu aturan mainnya harus jelas dulu sejak awal," kata Ketua Umum DPN Korpri, Zudan Arief Fakrulloh, di Jakarta, Minggu (4/7).

Menurut Zudan, aturan yang jelas dalam sistem rekrutmen CPNS sangat penting. Dengan begitu, tidak kemudian disalahtafsirkan. Intinya, penyandang disabilitas jangan didiskriminasi. Mesti diberi kesempatan yang sama, namun memang dari awal harus jelas aturan mainnya.

"Misalnya, di posisi mana yang boleh ada disabilitas dan yang tidak boleh ada disabilitas, sehingga kalau ada yang disabilitas tidak boleh, ya tidak boleh. Kalau memang boleh, ya boleh. Jadi sejak awal ditulis dalam persyaratan itu. Sehingga tidak menimbulkan despute di kemudian hari," tutur Zudan.

Perlu Perbaikan

Zudan berharap kasus seperti yang dialami drg Romi Syofpa tak terjadi lagi dalam penerimaan CPNS tahun ini. Namun, memang harus ada perbaikan dalam sistem rekrutmen. Intinya, sistem rekrutmen harus jelas. "Untuk tes CPNS tahun ini semoga lebih baik lagi. Aturan mainnya harus jelas," katanya.

Namun, lanjut Zudan, memang sangat penting untuk memastikan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diterima bisa bekerja. Tapi, jangan k emudian mendiskriminasi para penyandang disabilitas. Prinsipnya selama penyandang disabilitas bisa bekerja sesuai posisinya, tak boleh ada diskriminasi.

"Kalau dari Korpri itu yang penting dalam posisi ASN yang dilamar itu yang bersangkutan bisa melakukan tugasnya. Jadi kalau memang dalam kondisi disabilitas pun asal melaksanakan tugasnya, ya tidak masalah," kata Zudan.

Zudan lantas mencontohkan profesi seorang penyiar radio. Ada seorang penyiar radio yang tak punya jari tapi ia bisa bekerja dengan baik. Jadi, selama seseorang itu bisa bekerja dengan baik, walau dia punya keterbatasan fisik tertentu, jangan kemudian didiskriminasi. Di birokrasi banyak penyandang disabilitas bisa bekerja dengan baik. Sama baiknya dengan yang normal. Bahkan ada beberapa yang punya prestasi lebih.

"Misalnya ya, untuk jadi penyiar radio, mohon maaflah, jarinya ada yang ilang, ya enggak ada masalah. Yang penting dia masih bisa mengoperasikan komputer, mik, suaranya bagus. Apalagi ya, banyaklah, dalam ASN yang disabilitas dan masih bisa bekerja ya banyak," kata Zudan.

Saat ditanya, apakah di tempatnya bekerja ada kasus seperti dokter Romi, Zudan yang juga Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menjawab, belum ditemukan kasus serupa di direktorat yang dipimpinnya. Ditjen Dukcapil hanya sebagai user. Yang berwenang menentukan formasi dan kelulusan CPNS adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN). "Karena kalau kami kan user ya, menerima dari BKN dari Sekretariat Jenderal," kata Zudan. ags/N-3

Baca Juga: