Perselingkuhan menjadi sebuah perilaku pelanggaran komitmen terhadap pasangan. Selain aktivitas seksual, ketidakjujuran maupun penyelewengan terhadap pasangan juga termasuk dalam Perselingkuhan.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) Profesor Nurul Hartini menjelaskan sekecil apapun bentuk ketidaksetiaan yang dilakukan, tindakan itu dapat menyebabkan dampak psikologis kepada pasangan yang diselingkuhi.

Dampak psikologis yang diterima pun beragam mulai dari stres hingga menimbulkan trauma.

"Setiap kejadian yang tidak diinginkan dapat menimbulkan situasi stres yang secara psikologis tidak sehat. Namun sekali lagi bila dikatakan traumatis, maka kita harus mengaitkannya terhadap kualitas dan kuantitas kejadian," sebutnya.

Untuk mengatasi kondisi-kondisi yang tidak diharapkan, Nurul menyarankan untuk melakukan evaluasi diri sendiri. Setelahnya, korban perselingkuhan dapat menjalankan strategi coping.

Strategi coping sendiri kemampuan untuk menoleransi, meminimalkan risiko, dan menghadapi stres dengan efisien dalam hidup. Mengendalikan stres dengan strategi coping memungkinkan kita merasa lebih baik secara fisik dan mental.

Salah satu strategi coping yang dapat dilakukan untuk mengatasi rasa trauma pasca perselingkuhan adalah Emotion-focused coping.

Strategi coping ini fokus pada kondisi emosional seseorang. Langkah ini dilakukan dengan mengurangi respons emosi negatif dari suatu kondisi penyebab stres, seperti rasa berduka atau marah.

Strategi ini merupakan satu-satunya cara menerapkan kemampuan koping ketika sumber stres tak bisa Anda kendalikan, seperti pasangan yang berselingkuh.

Coba lakukan Emotion-focused coping dengan mengalihkan fokus dan perhatian dari sumber masalah. Namun, pastikan Anda tidak malah menunda-nunda atau melarikan diri dari masalah. Sebaiknya, cobalah untuk curhat, meditasi, atau bahkan berdoa.

Selain itu, Nurul menuturkan pentingnya dukungan sosial dari orang-orang terdekat untuk memberikan dukungan emosional.

"Jika merasa belum membaik, maka dibutuhkan penanganan yang lebih profesional, jadi disarankan untuk melakukan konsultasi ke psikolog," sebut dosen dengan kepakaran di bidang konseling dan psikologi keluarga itu.

Nurul pun menyarankan untuk selalu menjadi pribadi yang teguh dalam memegang komitmen, utamanya pada hubungan yang telah diresmikan oleh ikatan suci.

"Sekali kita melanggar, pastinya akan sangat sulit membangun kembali kepercayaan pasangan. Untuk itu jagalah komitmen pernikahan Anda agar kita dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang tidak kita ciderai dengan hal-hal yang negatif," imbaunya.

Baca Juga: