JAKARTA - Perum Bulog mulai masuk ke ranah hulu dengan memiliki program bernama Mitra Tani di tengah penurunan produksi pangan. Bulog berkolaborasi dengan petani selaku produsen pangan untuk meningkatkan produksi.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan, menjadi petani itu tantangannya makin besar dan berat. Karenanya, petani harus didampingi dan dibantu agar bisa meningkatkan produktivitas.

"KPI (key performance indicator) kami adalah meningkatkan produktivitas petani melalui program ini, bukan semata-mata hanya untuk bisa mendapatkan beras. Kalau petani bisa meningkatkan produktivitasnya, maka secara makro ada peningkatan produksi beras," ucap Bayu di Jakarta, Jumat (14/6).

Saat ini, lanjut Bayu, sudah ada 250 hektar (ha) lahan yang dikelola dalam program Mitra Tani ini.

Selain jumlah populasi penduduk yang terus meningkat, krisis iklim, pembatasan ekspor dan kondisi geopolitik, membuat banyak negara harus berkutat dengan persoalan ketahanan pangan ini.

Menjawab tantangan itu, Perum Bulog kembali menegaskan komitmennya menjaga stabilitas pangan nasional. Perum Bulog yang saat ini berfungsi sebagai operator pelaksana kebijakan distribusi pangan yang diregulasi oleh pemerintah, tentunya mengalami tantangan tersendiri dalam menuntaskan persoalan ketahanan pangan. Karena persoalan ketahanan pangan harus dibahas secara utuh dari hulu ke hilir, termasuk dari proses produksi, distribusi sampai konsumsi.

Ditegaskan Bayu, Perum Bulog hanya bisa menyerap gabah, bila produksinya ada.

"Kami berkomitmen untuk terus memprioritaskan penyerapan gabah dalam negeri. Saat ini kami telah menyerap kurang lebih 700 ribu ton, lebih dari target yang telah ditugaskan oleh pemerintah sebesar 600 ribu ton. Kami optimis bisa menyerap lebih dari 900 ribu ton setara beras pada tahun ini. Impor hanya dilakukan bila perlu, melihat neraca beras yang ada," ujar Bayu.

Dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dimiliki oleh Perum Bulog saat ini sejumlah 1,8 juta ton, sekitar 30 persen berasal dari stok dalam negeri. Hal ini tentunya merupakan suatu pencapaian tersendiri, mengingat masa pengadaan dalam negeri yang singkat dikarenakan masa panen padi yang pendek sekitar 2-3 bulan.

Diakui Bayu, walaupun penyerapan gabah dalam negeri sudah optimal namun persoalan serius, terdapat pada proses produksi. Menurut data BPS, produksi padi pada periode Januari-April 2024 turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu saat mencapai 22,55 juta ton.

Perlunya Kerja Sama

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Mohammad Ikhsan, mengatakan, stabilisasi hanyalah salah satu bagian dari ketahanan pangan. "Stabilisasi tidak akan efektif tanpa perbaikan oleh komponen lain yaitu ketersediaan pangan. Tren dari produksi pangan itu turun untuk semua komoditas," paparnya.

Menurutnya, untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan kerjasama dari berbagai pemegang kebijakan, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, koperasi, dan sektor swasta.

"Kolaborasi ini penting untuk memastikan ketersediaan dan distribusi pangan yang efektif serta mendukung ketahanan pangan nasional," pungkas Ikhsan.

Baca Juga: