Menanggapi meningkatnya pertempuran baru-baru ini di Myanmar, Asean mengatakan pihaknya sangat prihatin atas perkembangan konflik terkini di negara anggotanya tersebut.

BANGKOK - Blok regional Asean mengatakan pihaknya sangat prihatin atas meningkatnya pertempuran baru-baru ini di Myanmar, setelah bentrokan sengit terkait pusat perdagangan utama di perbatasan Thailand.

Para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara mendesak semua pihak untuk segera menghentikan kekerasan di Myanmar, yang dilanda konflik sejak militer merebut kekuasaan melalui kudeta pada Februari 2021.

Pernyataan para menteri yang dikeluarkan Kamis (18/4) malam mengatakan 10 anggota Asean sangat prihatin atas meningkatnya konflik baru-baru ini, termasuk di wilayah Myawaddy.

Pekan lalu, militer terpaksa menarik pasukannya dari pos perdagangan yang strategis tersebut setelah berhari-hari bertempur dengan Persatuan Nasional Karen (KNU), sebuah kelompok bersenjata etnis minoritas dan pejuang antijunta lainnya.

Ini adalah pukulan terbaru yang dialami junta, yang telah menderita serangkaian kekalahan di medan perang dalam beberapa bulan terakhir, dan beberapa analis memperingatkan bahwa ini adalah ancaman paling signifikan hingga saat ini.

Myawaddy berperan penting bagi junta yang kekurangan uang, dengan nilai perdagangan lebih dari 1,1 miliar dollar AS yang masuk kantong junta dalam 12 bulan hingga April ini.

Bentrokan tersebut mendorong orang-orang untuk melarikan diri melintasi perbatasan menuju Thailand, tempat di mana suara tembakan dan ledakan serangan artileri terdengar.

Sejak itu, tidak ada bentrokan besar di kota tersebut meskipun pertempuran terus terjadi di sekitar Kota Kawkareik, sekitar 30 kilometer barat daya Myawaddy.

Junta sangat ingin menghindari kehilangan kota besar lainnya, kata para analis, menyusul penyerahan diri yang memalukan sekitar 2.000 tentara di Kota Laukkai di perbatasan utara Tiongkok pada Januari lalu.

Beberapa wilayah di negara yang sebelumnya damai, kini terlibat dalam bentrokan tersebut, namun para analis mengatakan jika hal sebaliknya tidak berarti junta berada dalam bahaya serius.

"Dalam skema yang lebih besar, rezim jelas kehilangan kendali atas banyak wilayah di pinggiran," kata analis independen Myanmar, David Mathieson, kepada AFP tentang bentrokan Myawaddy. "Perjalanan masih panjang untuk menjatuhkan junta," imbuh dia.

Pendekatan Berbeda

Sebelumnya Asean telah memimpin upaya diplomatik untuk meredakan krisis ini, namun tidak memberikan hasil yang berarti, dengan lebih dari 4.400 orang terbunuh dan hampir 20.000 orang ditahan dalam tindakan keras militer menurut kelompok pemantau lokal.

Hanya sedikit kemajuan yang dicapai sejak tahun 2021 ketika blok regional tersebut menyetujui lima poin rencana perdamaian yang turut ditandatangani oleh Myanmar tetapi gagal diimplementasikan.

Perselisihan juga terjadi di antara negara-negara anggota Asean karena pendekatan yang berbeda terhadap krisis ini. Beberapa negara seperti Thailand, yang memiliki perbatasan sepanjang 2.400 kilometer dengan Myanmar, tampaknya lebih bersedia untuk terlibat.

Thailand juga menyatakan siap menerima orang-orang dari Myanmar, meskipun menteri luar negeri kerajaan tersebut memperingatkan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir pelanggaran kedaulatannya.

Konflik di Myanmar sejauh ini telah memicu respons Thailand sebelumnya, dengan kerajaan tersebut mengerahkan jet tempur pada tahun 2022 setelah pesawat junta melanggar perbatasan selama operasi melawan pejuang antikudeta. AFP/I-1

Baca Juga: