SINGAPURA - Dengan kembalinya Asia Tenggara menjadi arena persaingan antarnegara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok maka semakin penting bagi 10 anggota Perhimpunan Bangsa- Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (Asean) untuk tetap bersatu.

"Negara-negara Asean telah lama berhadapan dengan kekuatan eksternal yang menyerang kawasan kita, bahkan sebelum adanya kolonialisme," kata akademisi urusan internasional dari Singapura, Joseph Liow, pada catatannya dalam Asia Future Summit 2023, di Singapura, Rabu (4/10).

Namun tantangan saat ini menjadi lebih kompleks, mengingat semakin ketatnya persaingan strategis antara AS dan Tiongkok, yang keduanya berupaya untuk menggunakan pengaruhnya di kawasan Asean.

"Semua negara di kawasan menyadari bahwa kita di Asia Tenggara berisiko terjebak oleh persaingan kekuatan besar jika kita tidak bekerja sama untuk menjalankan dan memaksimalkan otonomi kita," kata Dekan Fakultas Humaniora, Seni, dan Ilmu Sosial di Universitas Teknologi Nanyang atau Nanyang Technological University (NTU) itu.

Keamanan Regional

Dikutip dari The Straits Times, Liow mengungkapkan itu dalam diskusi panel mengenai pergeseran keseimbangan kekuatan di Asia dan implikasinya terhadap diplomasi dan keamanan regional. Pembicara lainnya adalah mantan duta besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii.

AS, dalam upayanya untuk mengekang kebangkitan Tiongkok, telah menggalang sekutu dan mitranya di kawasan ini, termasuk Australia, Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan, untuk mendukung upaya membatasi kemampuan Tiongkok dalam mengimpor teknologi-teknologi penting, membentuk kembali rantai pasokan yang mendominasi, dan memblokir aksi militer Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan.

Namun, Asean secara keseluruhan ingin menjaga hubungan dengan kedua negara besar tersebut dan menghindari keberpihakan.

Liow mengatakan keharusan memilih salah satu kekuatan dibandingkan yang lain merupakan suatu permasalahan, karena hal ini membentuk pandangan dunia yang sangat biner, padahal kenyataannya justru sebaliknya dan memaksa seseorang untuk memilih di antara dua mitra yang sangat diperlukan.

"Asean selalu menginginkan dan bercita-cita untuk memiliki hak prerogatif untuk memutuskan dan mendikte hal-hal yang terjadi di kawasan yang berdampak pada kita," ujarnya.

"Pada saat yang sama, kami juga ingin memiliki wilayah yang terbuka dan inklusif. Hal ini berarti melibatkan semua entitas lain, seperti kekuatan eksternal dan organisasi regional lainnya, yang mempunyai kepentingan di Asia Tenggara, selama mereka siap menjadi peserta yang konstruktif dalam diskusi ini," ujarnya.

"Untuk mengatasi hal ini, Asean perlu bersatu, Asean harus koheren. Ini adalah tantangan utama bagi Asean ke depannya," tambah Liow.

Hal ini juga berarti Asean harus proaktif dan melakukan upaya bersama untuk memperkuat gagasan sentralitas Asean, di mana Asean bertindak sebagai platform regional yang dominan untuk mengatasi tantangan bersama dan berinteraksi dengan kekuatan eksternal.

Kuncinya, kata Liow, adalah bagaimana Asean mengerahkan pengaruhnya.

Baca Juga: