Menlu Malaysia menyatakan bahwa Asean bisa saja membuang konsensus 5 poin yang disepakati dengan junta di Myanmar pada April 2021 lalu, karena belum ada kemajuan nyata dari konsensus ini.
KUALA LUMPUR - Menteri Luar Negeri Malaysia pada Jumat (29/7) lalu mengangkat prospek untuk membuang konsensus lima poin (5PC) Asean bagi menyelesaikan krisis pascakudeta di Myanmar, setelah junta "mengejek" blok regional itu dengan mengeksekusi empat tahanan politik.
Menlu Malaysia, Saifuddin Abdullah, yang telah menjadi pejabat pemerintah Asia tenggara yang paling vokal hingga saat ini bagi menuntut agar rezim junta militer di Myanmar menindaklanjuti konsensus tersebut, mengatakan bahwa blok regional yang beranggotakan 10 negara itu, akan membuat keputusan besar terkait konsensus tersebut pada pertemuan tingkat tinggi Asean pada November mendatang.
"Sampai hari ini, belum ada kemajuan nyata pada 5PC. Kekerasan terus berlanjut, bahkan semakin parah. Ini menunjukkan bahwa junta telah mengolok-olok 5PC," tulis Saifuddin di media sosialFacebook.
"KTT Asean November mendatang perlu mengambil keputusan besar. Blok memiliki keputusan besar yang harus diambil untuk memikirkan kembali pendekatan untuk memecahkan krisis pascakudeta. Apakah 5PC akan dilanjutkan? Bisakah itu ditingkatkan? Atau untuk membuat sesuatu yang baru?" imbuh Menlu Malaysia itu.
Isu krisis di Myanmar kembali memanas bahkan menuai reaksi internasional setelah junta mengeksekusi 4 aktivis prodemokrasi pada 23 Juli lalu. Pengadilan militer telah menghukum mereka karena tindakan teroris dan mereka kalah dalam banding atas vonis hukuman mati mereka.
Junta mengeksekusi keempatnya walau ada seruan langsung kepada pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, dari Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang saat ini mengetuai Asean.
Pada Selasa (26/7) lalu, Asean pun dengan keras mengkritik eksekusi tersebut dan menyebut hukuman mati itu sebagai tindakan sangat tercela.
"Eksekusi terhadap empat pembangkang menandai kemunduran dalam mempercepat kemajuan implementasi 5PC yaitu dalam membangun kepercayaan dan keyakinan untuk melahirkan dialog di antara semua pihak terkait, dalam rangka untuk mengakhiri kekerasan dan meringankan penderitaan orang-orang yang tidak bersalah," demikian pernyataan Kamboja dalam kapasitasnya sebagai ketua Asean.
Tingkatkan Keamanan
Sementara itu situasi di Myanmar kian genting setelah junta memperketat keamanan di kota-kota di seluruh negeri dengan meningkatkan kehadiran pasukan dan memberlakukan jam malam menyusul pelaksanaan eksekusi empat aktivis prodemokrasi.
"Tentara dengan kendaraan militer dan personel keamanan telah berpatroli di Yangon dan Mandalay sejak Selasa lalu," kata seorang warga Myanmar.
Selain itu, jam malam hingga pukul 4 pagi telah dikeluarkan di hampir semua 45 kotapraja Yangon, dan personel keamanan berpakaian preman telah memeriksa pejalan kaki pada siang hari, menyusul serangan di gerbang masuk Lapas Insein, kantor polisi, dan kantor administrasi distrik, kata seorang narasumber.
Sebelumnya milisi Pasukan Pertahanan Rakyat yang antijunta di Yangon, memang telah bersumpah untuk menyerang militer sebagai balasan atas eksekusi tersebut.
Seorang warga Yangon mengatakan bahwa Kota Yangon sangat sepi sepekan ini dan penjagaan keamanan sangat ketat. Sekelompok tentara bersenjata lengkap telah berpatroli di Yangon, membuatnya terasa seperti zona medan perang, kata seorang penduduk setempat lainnya.
Sementara itu seorang penduduk Mandalay yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, juga mengatakan junta telah meningkatkan keamanan di sana karena ada aksi protes antijunta yang sangat kuat setelah eksekusi.
Tak hanya peningkatan keamanan, personel keamanan junta juga dilaporkan telah menggerebek hampir setiap lingkungan di Mandalay, dan setidaknya 20 pemuda ditangkap pada awal pekan lalu. RFA/ BenarNews/I-1