Asal-usul cincin Saturnus telah lama jadi misteri. Berdasarkan data dari pesawat ruang angkasa Cassini, para astronom menyatakan tabrakan antara Saturnus dengan salah satu bulannya, telah menghancurkan bulan tersebut hingga membentuk cincin.

Cincin Saturnus berupa sistem cincin paling luas dari planet mana pun di tata surya. Mengorbit di sekitar planet tercantik ini, materialnya terdiri dari partikel kecil yang tak terhitung jumlahnya, mulai dari ukuran mikrometer hingga meter, terbuat dari air es dan komponen berbatu.

Para ahli sebelumnya masih belum mencapai konsensus mengenai mekanisme pembentukannya. Secara teoritis mereka menyampaikan petunjuk cincin tersebut kemungkinan besar terbentuk di awal sejarah tata surya (solar system). Namun, data terbaru dari wahana ruang angkasa Cassini menunjukkan bahwa cincin tersebut terbentuk relatif jauh dari peristiwa tersebut.

Pandangan lain disampaikan oleh Institut Teknologi Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology/MIT). Para ilmuwan menduga cincin saturnus berasal dari salah satu bulan yang hilang. Seperti diketahui Saturnus memiliki puluhan bulan yang mengelilinginya.

Peneliti MIT menyebut satu bulan mereka yang diberi nama Chrysalis, tertarik oleh planet itu sampai terkoyak lalu membentuk cincin. Selain itu, bulan ini berkontribusi pada kemiringan Saturnus.

Berputar-putar di sekitar ekuator planet, cincin Saturnus menjadikan planet ini berputar miring. Raksasa berikat itu berputar pada sudut 26,7 derajat relatif terhadap bidang di mana ia mengorbit Matahari.

Para astronom telah lama menduga bahwa kemiringan ini berasal dari interaksi gravitasi dengan planet tetangganya Neptunus. Hal ini karena saat berputar seperti gasing kemiringan Saturnus, berada pada tingkat yang hampir sama dengan orbit terdekatnya itu.

Namun studi pemodelan baru yang disampaikan para astronom di MIT dan di tempat lain telah menemukan, kedua planet itu mungkin pernah sinkron. Namun kemudian Saturnus lolos dari tarikan Neptunus.

Lalu apa yang bertanggung jawab atas penataan kembali planet ini? Tim memiliki satu hipotesis yang diuji dengan cermat. Mereka menduga bulan yang hilang menjadi penyebab kemiringan dan terbentuknya cincin.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan diScience, tim menduga bahwa Saturnus, yang saat ini memiliki 82 bulan, pernah memiliki setidaknya satu lagi bulan yaitu Chrysalis. Bersama dengan bulan-bulan lainnya, para peneliti menyarankan bahwa Chrysalis mengorbit Saturnus selama beberapa miliar tahun, menarik planet sehingga kemiringan, selaras dengan Neptunus.

Tapi sekitar 160 juta tahun yang lalu, tim memperkirakan, Chrysalis menjadi tidak stabil. Hal ini karena bulan ini terlalu dekat dengan planetnya sehingga terjadi tabrakan. Hilangnya bulan sudah cukup untuk menghilangkan Saturnus dari genggaman gravitasiNeptunus dan membiarkannya miring seperti saat ini.

Terlebih lagi, para peneliti menduga, sementara sebagian besar tubuh Chrysalis yang hancur mungkin berdampak pada Saturnus, sebagian kecil dari fragmennya bisa tetap bertahan di orbit. Akhirnya pecah menjadi bongkahan es kecil untuk membentuk cincin khas di sekitar planet itu.

Jelaskan 2 Misteri

Teori bulan yang hilang, oleh karena itu dapat menjelaskan dua misteri lama yaitu kemiringan Saturnus saat ini dan usia cincinnya, yang sebelumnya diperkirakan berusia sekitar 100 juta tahunjauh lebih muda dari planet itu sendiri.

"Berbagai penjelasan telah ditawarkan, tetapi tidak ada yang benar-benar meyakinkan. Hal yang menarik adalah bahwa usia muda cincin yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan secara alami dijelaskan dalam skenario kami," kata profesor ilmu planet di MIT dan penulis utama studi terbaru tersebut, Jack Wisdom.

Rekan penulis studi ini termasuk Rola Dbouk dari MIT, Burkhard Militzer dari University of California dari Berkeley, William Hubbard dari University of Arizona, Francis Nimmo dan Brynna Downey dari University of California di Santa Cruz, dan Richard French dari Wellesley College.

Tim ilmuwan ini melakukan penelitian dengan pengukuran yang dilakukan pada 2017 di akhir misi wahana ruang angkasa Cassini milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang menghabiskan 13 tahun menjelajahi Saturnus dan bulan-bulannya. hay/I-1

Diketahui dari Medan Gravitasi dan Momen Inersia

Hasil penelitian yang disampaikan Institut Teknologi Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology/MIT) dengan demikian menyangga pendapat sebelumnya. Pada awal 2000-an, para ilmuwan mengajukan gagasan bahwa sumbu miring Saturnus adalah hasil dari planet yang terperangkap dalam resonansi atau hubungan gravitasi dengan Neptunus.

Tetapi pengamatan yang dilakukan oleh wahana ruang angkasa Cassini milik NASA yang mengorbit Saturnus dari 2004 hingga 2017, memberi perubahan baru pada masalah tersebut. Para ilmuwan menemukan bahwa Titan, bulan terbesar Saturnus, telah bermigrasi menjauh dari Saturnus dengan kecepatan 11 sentimeter per tahun.

Migrasi cepat Titan dan tarikan gravitasinya membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa bulan kemungkinan bertanggung jawab untuk memiringkan dan menjaga Saturnus dalam resonansi dengan Neptunus. Tapi penjelasan ini bergantung pada satu hal besar yang tidak diketahui yaitu momen inersia Saturnus yaitu bagaimana massa didistribusikan di bagian dalam planet.

Kemiringan Saturnus dapat berperilaku berbeda, tergantung pada apakah materi lebih terkonsentrasi pada intinya atau ke permukaan.

"Untuk membuat kemajuan dalam masalah, kami harus menentukan momen inersia Saturnus," kata profesor ilmu planet di MIT dan penulis utama studi terbaru tersebut, Jack Wisdom.

Dalam studi baru mereka, Wisdom dan rekan-rekannya mencari dan menentukan momen inersia Saturnus menggunakan beberapa pengamatan terakhir yang diambil oleh Cassini dalam fase akhirnya. Dalam tahap itu, wahana ruang angkasa mendekat untuk memetakan secara tepat medan gravitasi di sekitar planet. Berdasarkan medan gravitasi ini, dapat digunakan untuk menentukan distribusi massa di planet ini.

Wisdom dan rekan-rekannya membuat model interior Saturnus dan mengidentifikasi distribusi massa yang cocok dengan medan gravitasi yang diamati Cassini. Anehnya, mereka menemukan, momen inersia yang baru diidentifikasi ini menempatkan Saturnus di dekat, tetapi di luar resonansi dengan Neptunus.

Para peneliti MIT menduga kedua planet itu mungkin pernah sinkron, tetapi sekarang tidak lagi. "Kemudian kami mencari cara untuk mengeluarkan Saturnus dari resonansi Neptunus," kata Wisdom.

Tim pertama-tama melakukan simulasi untuk mengembangkan dinamika orbital Saturnus dan bulan-bulannya ke belakang dalam waktu. Ini dilakukan untuk melihat apakah ketidakstabilan alami di antara satelit yang ada dapat mempengaruhi kemiringan planet. Ternyata pencarian ini hasilnya nihil. hay/I-1

Baca Juga: