WASHINGTON - Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) bersama dengan badan intelijen Amerika Serikat (AS) lainnya mengungkapkan Iran bertanggung jawab atas upaya meretas kampanye kepresidenan Trump dan Biden-Harris.

"Kami mengawasi peningkatan aktivitas agresif Iran selama masa pemilihan, terutama yang terkait operasi berpengaruh yang menyasar publik Amerika dan operasi siber menyasar kampanye kepresidenan," demikian pernyataan bersama FBI, Kantor Direktur Intelijen Nasional atau Office of the Director of National Intelligence (ODNI), dan Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur atau Cybersecurity and Infrastructure Security Agency (CISA), Senin (19/8).

Seperti dikutip dari Antara, hal ini termasuk laporan aktivitas terbaru yang membahayakan kampanye mantan Presiden AS, Donald Trump, yang menurut komunitas intelijen terkait dengan Iran.

Menurut pernyataan itu, Iran menggunakan rekayasa sosial dan upaya lainnya untuk mendapatkan akses terhadap individu yang memiliki akses langsung terhadap kampanye presiden dari Partai Demokrat dan Republik. "Aktivitas semacam itu, termasuk pencurian dan pengungkapan informasi, dimaksudkan untuk mempengaruhi proses pemilu AS," sebut pernyataan itu.

Lindungi Pemilu AS

Tuduhan Iran dan Russia telah menggunakan taktik ini, tidak hanya terjadi AS selama siklus pemilu federal saat ini dan sebelumnya, tetapi juga di negara-negara lain di seluruh dunia, badan-badan tersebut mengatakan melindungi integritas pemilu AS dari pengaruh atau campur tangan asing adalah "prioritas kami".

"Kami tidak akan menoleransi upaya asing untuk mempengaruhi atau mencampuri pemilu kami, termasuk menargetkan kampanye politik Amerika," tulis lembaga itu.

Atas tuduhan AS, pemerintah Iran membantah terlibat dalam dugaan serangan siber tersebut.

Sebelumnya seperti dikutip dari VoA, tim kampanye Trump mengungkapkan, pada Sabtu (10/8), beberapa komunikasi internal mereka telah diretas. Mereka menuduh pemerintah Iran sebagai aktor di balik insiden tersebut. Mereka mengaitkan tuduhan tersebut dengan permusuhan antara Trump dan Iran yang pernah terjadi sebelumnya, meskipun belum ada bukti langsung.

Pernyataan tim kampanye tersebut muncul tak lama setelah situs berita Politico melaporkan mereka mulai menerima email dari sumber anonim pada Juli. Email tersebut menawarkan dokumen asli dari dalam operasi Trump, termasuk laporan mengenai potensi kerentanan calon wakil presiden, JD Vance.

"Dokumen-dokumen ini diperoleh secara ilegal dari sumber asing yang memusuhi Amerika Serikat, yang dimaksudkan untuk mengganggu pemilihan 2024 dan menabur kekacauan di seluruh proses demokratik kami," kata juru bicara tim kampanye Trump, Steven Cheung, dalam sebuah pernyataan.

Reuters belum memverifikasi secara independen identitas para terduga peretas, maupun motivasi mereka.

Pernyataan tim kampanye Trump merujuk pada laporan yang dirilis pada Jumat oleh peneliti Microsoft. Laporan itu mengungkapkan peretas yang diduga terkait dengan pemerintah Iran mencoba membobol akun seorang "pejabat tinggi" dalam kampanye presiden AS pada Juni.

Menurut laporan tersebut, para peretas berhasil mengakses akun mantan penasihat politik dan menggunakannya untuk menargetkan pejabat tersebut, meskipun laporan tersebut tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut mengenai identitas para target.

Seorang juru bicara Microsoft menolak menyebutkan nama pejabat yang menjadi target atau memberikan perincian tambahan setelah laporan tersebut diterbitkan.

Kementerian Luar Negeri Iran dan perwakilannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Baca Juga: