Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping akan melakukan pembicaraan telepon pada Kamis (28/7). Dalam panggilan telepon itu disebut akan membahas ketegangan kedua negara terkait Taiwan dan Ukraina.

Rencana pembicaraan itu muncul setelah Tiongkok memperingatkan AS tentang rencana kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan. Pulau yang diperintah secara demokratis itu selama ini diklaim oleh Tiongkok sebagai bagian dari wilayahnya.

"Setiap hal (akan dibahas) mulai dari ketegangan atas Taiwan, tentang perang di Ukraina, juga bagaimana kami mengelola dengan lebih baik persaingan antara kedua negara, tentunya di bidang ekonomi," kata Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby, dikutip dari Reuters, Rabu (27/7).

Kirby mengatakan pembicaraan telepon itu, yang kelima bagi kedua pemimpin, telah dijadwalkan sejak lama.

"Dan sudah ada agenda yang cukup kuat untuk dibicarakan kedua pemimpin," ucapnya.

Di bawah kebijakan yang mengakui satu Tiongkok, AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. Namun, pemerintah AS terikat dengan undang-undang untuk membantu Taiwan meningkatkan kemampuan pertahanannya. Gedung Putih telah berkali-kali menyatakan bahwa sikap AS tidak berubah meski ada spekulasi tentang rencana kunjungan Pelosi.

Kirby mengatakan bahwa Pelosi berada dalam garis suksesi kepresidenan sehingga perjalanannya ke luar negeri menjadi masalah keamanan nasional AS. Menurutnya, hanya Pelosi yang bisa memutuskan tentang rencana perjalanannya.

Retorika "suka berkelahi" Beijing tentang rencana perjalanan itu, kata Kirby, hanya meningkatkan ketegangan.

"Kami menilai hal itu tidak membantu dan tentunya tidak diperlukan mengingat situasinya," ujar Kirby.

Pemerintah AS masih berdebat apakah akan mencabut sejumlah tarif pada barang-barang Tiongkok sebagai salah satu cara mendorong ekonomi Amerika Serikat. Namun, Kirby mengatakan keputusan soal itu tidak akan dibuat sebelum pembicaraan Biden-Xi pada Kamis.

Pembicaraan itu muncul ketika Kongres AS mempertimbangkan peraturan yang akan memberikan subsidi senilai 52 miliar dolar (Rp779,58 triliun) bagi industri semikonduktor AS. Peraturan itu juga akan memberikan kredit pajak investasi senilai 24 miliar dolar (Rp359,81 triliun) bagi pabrik-pabrik cip.

Pemerintahan Biden menilai peraturan itu sangat penting untuk bersaing di bidang ekonomi dengan Tiongkok. Senat diharapkan akan melakukan pemungutan suara tahap akhir dalam beberapa hari ke depan dan DPR AS akan meneruskan prosesnya.

Rencana kunjungan Pelosi hanyalah satu dari sekian banyak isu yang mengganggu hubungan AS-Tiongkok. Pada Selasa, sejumlah pejabat senior AS menuduh Tiongkok melakukan "provokasi" terhadap para penggugat teritorial di Laut Tiongkok Selatan.

Mereka mengatakan "perilaku agresif dan tidak bertanggung jawab" dari kapal dan pesawat Tiongkok hanya soal waktu sebelum menjadi insiden besar. Kunjungan Pelosi akan menjadi lawatan pertama ketua DPR AS ke Taiwan sejak 1997.

Tiongkok mengatakan pihaknya siap mengambil tindakan tegas sebagai balasan. Isu Taiwan memiliki potensi krisis yang nyata, tanpa ada mekanisme AS-Tiongkok untuk mencegah potensi itu berubah menjadi konflik, kata Daniel Russel, mantan diplomat AS di Asia saat Barack Obama menjadi presiden.

Dia mengatakan belum jelas seberapa besar tekanan pada pemerintahan Biden terkait isu Pelosi, tetapi Xi kemungkinan akan menyinggung isu tersebut dalam pembicaraan.

"Kita berada pada momen berisiko tinggi dan hal itu mengharuskan para pemimpin di kedua negara untuk bertindak hati-hati," katanya.

Kendati demikian, Craig Singleton, staf senior asal Tiongkok di Yayasan Pertahanan Demokrasi yang berbasis di Washington, mengatakan Xi kemungkinan akan bersikap kalem dalam pembicaraan itu karena Beijing sedang menghadapi perlambatan ekonomi.

"Meski Xi akan bersikap jelas dan langsung terkait keberatan Tiongkok pada kunjungan Ketua DPR Pelosi, dia kemungkinan tak akan membiarkan satu isu merusak seluruh pembicaraan, karena hal itu akan memperumit agenda pemerintahannya yang sudah sulit," kata Singleton.

Baca Juga: