JAKARTA - Para pelaku pasar diimbau tetap hati-hati dan tidak terlalu optimistis kalau bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve akan menurunkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) hingga 150 basis poin (bps) atau 1,5 persen pada tahun ini.

Praktisi pasar modal dan Dosen Universitas Atma Jaya, Hans Kwee, mengingatkan kalau the Fed hanya akan menurunkan suku bunga acuannya 75 bps atau 0,75 persen.

Pemangkasan suku bunga the Fed, jelas Hans, tidak akan terlalu agresif pada tahun ini, karena perekonomian AS masih cukup kuat dan akan soft landing. "Ekonomi AS masih cukup kuat dan bakal soft landing sehingga tidak mungkin pemotongan cukup agresif," kata Hans Kwee.

Selain itu, dia mengingatkan adanya risiko global yang datang dari perlambatan ekonomi raksasa Asia yakni Tiongkok, serta konflik geopolitik yang masih berlangsung di beberapa negara.

Hans juga mengingatkan bahwa hampir separuh negara-negara di dunia melangsungkan politik elektoral berupa Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024, termasuk beberapa di antaranya negara-negara maju dengan ekonomi besar.

"Ada pemilu di AS, Korea Selatan, dan India," Hans Kwee.

Dari dalam negeri, ia mengatakan para pelaku pasar cenderung akan mencermati (wait and see) seiring penyelenggaraan pemilu. "Dalam negeri risiko pemilu, di mana banyak investor wait and see menjelang pemilu," ujar Hans.

Ia mengingatkan proses pemilu di dalam negeri berpotensi berlangsung dua putaran seiring ketatnya persaingan di antara ketiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

"Kelihatan di kuartal I-2024 (investor) akan lebih banyak wait and see, karena pemilu bisa berlangsung dua putaran," kata Hans kepada Antara.

Dalam risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC) Desember, pada Kamis dini hari waktu Indonesia (4/1), menunjukkan adanya diskusi awal mengenai kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan, karena laju inflasi sesuai dengan estimasi.

Namun demikian, secara spesifik the Fed belum menyampaikan kapan periode waktu pemotongan akan dilakukan.

Masih Tinggi

Dalam pertemuan akhir tahun yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) secara rutin, Gubernur BI, Perry Warjiyo, memperkirakan the Fed malah hanya akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 bps atau 0,5 persen pada semester II-2024.

Hal itu karena penurunan inflasi di beberapa negara maju, termasuk AS, masih berjalan lambat, meskipun telah dilakukan pengetatan kebijakan moneter yang sangat agresif.

"Dengan demikian, kita masih mengalami fenomena suku bunga Fed yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama (higher for longer)," kata Perry.

Kondisi suku bunga the Fed yang lebih tinggi untuk jangka waktu lama itu merupakan salah satu karakteristik ketidakpastian yang masih tinggi di tengah gejolak ekonomi global.

Baca Juga: