WASHINGTON DC - Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) pada akhir pekan lalu mengecam doktrin penggunaan pertama nuklir Korea Utara (Korut) yang diungkapkan bulan ini sebagai peningkatan ketegangan dan perusak stabilitas. Oleh karena itu Washington DC bertekad untuk terus mengerahkan dan menggunakan aset strategis bagi mencegah dan menanggapi Pyongyang.

Tekad AS itu terungkap dalam sebuah pernyataan bersama setelah pertemuan tingkat wakil menteri dari Extended Deterrence Strategy and Consultation Group (EDSCG) yang menegaskan kembali komitmen kuat AS untuk membela Korsel dan mengatakan setiap serangan nuklir Korut akan disambut dengan tanggapan yang luar biasa dan tegas.

"Kedua negara berkomitmen untuk melanjutkan upaya untuk menggunakan semua elemen kekuatan nasional untuk memperkuat postur pencegahan aliansi," demikian pernyataan bersama dari AS dan Korsel.

"AS berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dengan Korsel untuk terus mengerahkan dan menggunakan aset strategis di kawasan secara tepat waktu dan efektif untuk mencegah dan menanggapi Korut dan meningkatkan keamanan regional," imbuh pernyataan bersama itu.

Pernyataan untuk terus mengerahkan dan menggunakan aset strategis itu merujuk pada pelatihan gabungan jet tempur F-35A pada Juli lalu dan pengerahan kelompok tempur kapal induk USS Ronald Reagan yang akan datang di wilayah tersebut sebagai demonstrasi kekuatan yang jelas dari komitmen AS itu.

Disebutkan bahwa delegasi EDSCG telah menelaah penggunaan pembom strategis B-52 AS dan mengatakan kedua negara akan berupaya meningkatkan kesiapan strategis melalui peningkatan berbagi informasi, pelatihan dan latihan.

Selain itu AS dan Korsel pun berjanji untuk memperkuat kemampuan dan postur respons misil aliansi.

Serangan "Pre-Emptive"

Pekan lalu, Korut secara resmi menetapkan hak untuk menggunakan serangan nuklir pre-emptive untuk melindungi dirinya sendiri dalam undang-undang baru yang menurut pemimpin Kim Jong-un membuat status nuklirnya tidak dapat diubah dan melarang pembicaraan denuklirisasi.

Para pengamat mengatakan Pyongyang tampaknya bersiap untuk melanjutkan uji coba nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017, setelah pertemuan puncak bersejarah Kim Jong-un dengan Presiden AS, Donald Trump, pada 2018, gagal membujuk Kim Jong-un untuk meninggalkan pengembangan senjatanya.

Dalam pernyataan, AS dan Korsel pun menegaskan kembali bahwa dimulainya kembali uji coba nuklir akan disambut dengan tanggapan seluruh pemerintah secara kuat dan tegas, serta kedua negara siap untuk menghadapi semua skenario yang mungkin terjadi.ST/I-1

Baca Juga: