MONTREAL - Amerika Serikat (AS) telah bergabung dalam penyelidikan internasional atas dugaan kasus penyuapan terkait penjualan pesawat Bombardier ke maskapai Garuda Indonesia.

Pihak Bombardier, pada Kamis (6/5), mengatakan produsen transportasi yang berbasis di Kanada ini akan menghadapi pemeriksaan detail terkait kesepakatan penjualan pesawat itu ke Garuda Indonesia.

Departemen Kehakiman AS telah meminta dokumen dan informasi pada Februari lalu terkait pembelian dan sewa pesawat CRJ1000 oleh Garuda Indonesia antara tahun 2011 dan 2012 silam. Kala itu, Emirsyah Satar masih menjabat sebagai Direktur Utama di perusahaan pelat merah tersebut.

Sebelumnya, pada Mei 2020, pengadilan tipikor memvonis mantan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, dengan hukuman delapan tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce.

Seorang juru bicara Bombardier mengatakan perusahaannya akan bekerja sama sepenuhnya atas penyelidikan ini.

Pada bulan November 2020, lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), juga mengatakan pihaknya tengah menyelidiki Bombardier atas dugaan penyuapan dalam transaksi tersebut.

Pihak berwenang di Inggris, Prancis, dan AS mencapai rekor penyelesaian suap senilai empat miliar dollar AS (56 triliun rupiah) dengan Airbus pada tahun lalu, serta kesepakatan pengadaan senilai 800 juta dollar AS (11,2 triliun rupiah) dengan produsen mesin pesawat asal Inggris, Rolls- Royce di 2017. Kedua penyelesaian tersebut mencakup penjualan pesawat atau mesin ke beberapa maskapai penerbangan termasuk Garuda.

Pergantian Pemimpin

Bombardier sendiri telah mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan sejak kesepakatan tersebut dan telah menjual sebagian besar bisnis penerbangannya, termasuk pesawat jet seri CRJ.

Manajemen barunya sekarang menghadapi pemeriksaan paralel yang memakan waktu bertahun-tahun.

Di bawah perjanjian penuntutan yang ditangguhkan, yang dahulu digunakan dalam penyelidikan kasus korupsi bisnis penerbangan seperti di Inggris dan AS, perusahaan yang diduga melakukan korupsi dapat menghindari tuntutan pidana dengan membayar denda dan membuat perubahan internal besar-besaran.

Denda dapat dikurangi jika perusahaan menaruh kecurigaan terhadap aktivitasnya dan melaporkan langsung ke jaksa, sebuah proses yang dikenal dengan istilah sebagai "lapor diri", sebelum mereka dihubungi.

Airbus tahun lalu memenangkan pengurangan denda untuk pengungkapan awal semacam ini, tetapi hal itu baru terjadi setelah kerja sama yang mencakup penyelidikan empat tahun yang melibatkan 60 juta dokumen milik 800 orang, demikian kata perusahaan data forensik FRA.

n SB/DW/P-4

Baca Juga: