AS memuji keputusan Asean dengan mengecualikan pimpinan junta di Myanmar, namun Washington DC menganggap langkah blok regional itu belum cukup karena masih banyak tantangan.

WASHINGTON DC - Amerika Serikat (AS) menganggap keputusanPerhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) untuk mengecualikan pimpinan junta di Myanmar dari KTT Asean sangat signifikan, tetapi masih banyak yang dilakukan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh negara tersebut pascakudeta militer 1 Februari. Hal itu disampaikan oleh Edgard Kagan, seorang direktur senior untuk Asia Timur dan Oseania di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih.

"Ini mencerminkan sebuah langkah yang sangat signifikan," kata Kagan pada acara yang digelar lembaga kajian Center for Strategic and International Studies (CSIS), di Washington DC, Rabu (20/10).

Sebelumnya pada pekan lalu, Asean yang beranggotakan 10 negara, memutuskan untuk mengundang perwakilan non politik Myanmar ke KTT Asean pada 26-28 Oktober. Keputusan itu merupakan penghinaan bagi pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing.

Namun, menurut Kagan, langkah Asean itu tidak cukup.

"Jelas,menurut kami ini tidak cukup dan menyelesaikan tantangan yang ditimbulkan oleh kudeta di Myanmar, serta kesulitan-kesulitan luar biasa yang kini dihadapi oleh rakyat di Myanmar akibat kudeta membutuhkan upaya yang lebih luas dan saya rasa lebih efektif," papar dia tanpa merinci langkahyang dimaksud.

Keputusan untuk menolak kehadiran Min Aung Hlaing pada KTT merupakan langkah besar yang ditempuh Asean apalagi negara-negara anggota perhimpunan itu selama ini menganut kebijakan untuk tidak ikut campur urusan satu sama lain. Mereka juga enggan menerapkan sanksi dan tindakan-tindakan lainnya untuk mengisolasi Myanmar.

Oleh karena itu Kagan menyebutkan bahwa membahas isu yang dihadapi Myanmar membutuhkan kerja sama antara negara-negara Asean serta mitra asing.

"Sangat jelas bahwa ini bukanlah situasi yang akan membaik dengan sendirinya," ucap Kagan seraya menambahkan bahwa AS akan bekerja sama dengan Asean mengenai isu tersebut.

"Terlihat bahwa muncul frustasi yang berkembang di kawasan karena situasi di Myanmar, kekhawatiran pun ikut berkembang. Faktanya adalah kualitas pemerintahan di Myanmar anjlok, bahwa rakyat Myanmar sedang menghadapi tantangan yang luar biasa," imbuh dia.

Bantuan Kemanusiaan

Sementara itu pada saat bersamaan, kantor beritaRadio Free Asia(RFA) melaporkan bahwa Thailand dan AS sedang mempertimbangkan untuk bersama-sama memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar melalui perbatasan Thailand-Myanmar. Hal itu dikatakan oleh Kementerian Luar Negeri Thailand pada Rabu.

"Terkait upaya menyalurkan bantuan kemanusiaan ini, pada awal pekan lalu penasihat dari Kementerian Luar Negeri AS, Derek Chollet, beserta delegasi antar-lembaga dari Washington DC bertemu dengan menteri luar negeri Thailand dan membahas krisis pascakudeta di Myanmar," kata Tanee Sankrat, juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand.

Dalam wacana pengiriman bantuan kemanusiaan lintas batas ini, pejabat AS dan Thailand telah mendiskusikan cara untuk memprioritaskan kebutuhan dan mekanisme pengiriman yang potensial termasuk melalui jaringan lokal yang sudah ada.

Setelah berkunjung ke Thailand, penasihat Chollet beserta delegasi AS rencananya akan berkunjung ke Singapura dan Indonesia pada pekan ini dan kemungkinan besar kunjungan mereka akan membahas situasi di Myanmar dan peran Asean dalam menindaklanjuti isu ini.Ant/RFA/I-1

Baca Juga: