Amerika Serikat mendakwa tiga warga Iran setelah mengatakan aktor jahat telah meretas kampanye kandidat presiden Donald Trump.
WASHINGTON - Amerika Serikat pada hari Jumat (27/9) mengungkap dakwaan terhadap tiga warga Iran setelah menuduh Iran melakukan campur tangan pemilu dengan mengatakan aktor jahat telah meretas kampanye mantan presiden Donald Trump.
Ketiga terdakwa tersebut dikatakan telah berkonspirasi dengan orang lain untuk melakukan "operasi peretasan yang berlangsung selama bertahun-tahun dan luas atas nama Korps Garda Revolusi Islam (IRGC)," kata Jaksa Agung AS Merrick Garland.
Operasi terkini menargetkan individu-individu yang terkait dengan kampanye politik AS.
"Kata-kata terdakwa sendiri memperjelas bahwa mereka berusaha merusak kampanye mantan presiden Trump menjelang pemilihan presiden AS 2024," kata Garland.
Menurut dokumen pengadilan, para pelaku cyber telah menggunakan spear phishing (menargetkan email palsu) dan teknik rekayasa sosial untuk membahayakan akun pejabat dan individu pemerintah AS.
"Pesan pemerintah AS jelas: Rakyat Amerika, bukan kekuatan asing, yang memutuskan hasil pemilu negara kita," tambah Garland.
Ancaman Serius
Ia mencatat "hanya ada sedikit aktor di dunia ini yang menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional Amerika Serikat seperti halnya Iran."
Menurut dakwaan, para pelaku kejahatan siber mulai bekerja pada awal tahun 2020, dan sekitar bulan Mei 2024 mulai menargetkan dan memperoleh akses tidak sah ke akun pribadi orang-orang yang terkait dengan kampanye kepresidenan AS.
Mereka kemudian berupaya membocorkan materi curian tersebut kepada awak media dan orang-orang yang diyakini terkait dengan kampanye presiden kedua.
Meskipun dakwaan tersebut tidak menyebutkan nama kampanye kedua, Garland mengatakan pada hari Jumat bahwa tidak ada informasi yang menunjukkan penerima dari kampanye Presiden Joe Biden menanggapi.
Ini terjadi sebelum Biden mengundurkan diri dari pencalonan presiden. Amerika Serikat akan menggelar pemungutan suara pada tanggal 5 November.
Ketiga peretas tersebut -- Masoud Jalili, Seyyed Ali Aghamiri dan Yasar Balaghi -- berdomisili di Iran.
Departemen Luar Negeri AS menawarkan hingga $10 juta untuk informasi tentang Jalili dan dua rekannya di IRGC.
Selain tuduhan terkait kampanye, dakwaan tersebut juga mengatakan para peretas berusaha mencuri informasi yang dapat digunakan untuk mendukung upaya membalas dendam atas kematian komandan Garda Revolusi Qassem Soleimani, yang diperintahkan oleh Trump saat ia menjadi presiden.
Dalam pernyataan terpisah pada hari Jumat, Departemen Keuangan AS mengatakan pihaknya akan menjatuhkan sanksi pada tujuh orang termasuk Jalili atas upaya mencampuri pemilu AS.
Departemen Keuangan "tetap berkomitmen kuat untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang berupaya merusak lembaga kami," kata Pelaksana Tugas Wakil Menteri Keuangan untuk terorisme dan intelijen keuangan, Bradley Smith.
Selain Jalili, Departemen Keuangan juga menyasar enam staf dan eksekutif perusahaan keamanan siber Iran Emennet Pasargad, dengan mengatakan perusahaan itu mencoba mencampuri pemilihan presiden 2020.
"Sekitar bulan Agustus hingga November 2020, Emennet Pasargad memimpin operasi daring untuk mengintimidasi dan memengaruhi pemilih Amerika, serta merusak kepercayaan pemilih dan menimbulkan perpecahan," kata Departemen Keuangan.
Sebelumnya, otoritas AS mengatakan, penyerang siber Iran menawarkan materi curian dari kampanye Trump kepada staf untuk rivalnya saat itu, Biden.
Pada tahun 2016, peretasan email Komite Nasional Demokrat -- yang disalahkan pada Rusia -- mengungkap komunikasi internal partai, termasuk tentang kandidat Hillary Clinton.
Tim kampanye calon dari Partai Demokrat Kamala Harris mengatakan pada bulan Agustus bahwa mereka juga telah menjadi sasaran peretas asing.