SEOUL - Amerika Serikat (AS), Korea Selatan (Korsel), dan Jepang, pada Rabu (16/10) mengumumkan terbentuknya tim multinasional baru untuk memantau penegakan sanksi terhadap Korea Utara (Korut) setelah Russia dan Tiongkok menggagalkan kegiatan pemantauan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mekanisme tersebut, yang diberi nama Tim Pemantauan Sanksi Multilateral, telah diperkenalkan setelah Russia pada Maret lalu menolak perpanjangan tahunan panel ahli PBB yang selama 15 tahun terakhir mengawasi penerapan sanksi yang ditujukan untuk mengekang program nuklir dan misil Korut dimana Tiongkok abstain dari pemungutan suara tersebut.
Tim tersebut dimaksudkan untuk melanjutkan pekerjaan panel PBB, termasuk menerbitkan laporan rutin tentang penegakan sanksi, dan akan melibatkan partisipasi delapan negara lain termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman, kata seorang pejabat Korsel.
Pembentukan tim diungkapkan pada konferensi pers bersama di Seoul oleh Wakil Menteri Luar Negeri AS, Kurt Campbell, Wakil Menteri Luar Negeri Korsel, Kim Hong-kyun, dan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, Masataka Okano, bersama duta besar dari delapan negara, menjelang pembicaraan mereka di Seoul.
"Telah banyak diskusi mengenai cara membangun sistem pemantauan efektif yang dapat menggantikan panel PBB, tetapi bahkan selama proses tersebut, kasus-kasus pelanggaran sanksi Korut terus terjadi, jadi kami berpendapat bahwa kami tidak boleh menunda lebih lama lagi dan harus segera mengisi kekosongan tersebut," kata Wamenlu Kim dalam konferensi pers.
Sementara sekutu akan terus mencari cara untuk memulihkan skema PBB, tim terbuka untuk semua negara yang bersedia membantu memastikan penerapan sanksi, imbuh Kim.
Sedangkan Wamenlu Campbell mengatakan hak veto Russia kemungkinan dipengaruhi oleh laporan panel PBB sebelumnya mengenai pengadaan ilegal peralatan militer dan amunisi dari Korut untuk perangnya di Ukraina.
"Potensi ini menjadi upaya besar dalam melacak dan meminta pertanggungjawaban atas langkah-langkah yang diambil Korut dalam berbagai tindakan provokatif adalah nyata," kata Campbell. "Jadi ini adalah langkah besar ke arah yang benar," tegas dia.
Transaksi Ilegal
Washington DC dan Seoul mengatakan Korut dan Russia telah melakukan transaksi militer ilegal. Moskwa dan Pyongyang telah membantah adanya transfer senjata, tetapi telah berjanji untuk meningkatkan hubungan militer dengan mencapai kesepakatan perjanjian pertahanan bersama pada pertemuan puncak di bulan Juni.
Inisiatif itu mungkin tidak memiliki legitimasi internasional yang diberikan kepada operasi yang didukung PBB, tetapi dapat memantau Korut secara lebih efektif, bebas dari upaya Moskwa dan Beijing untuk mengecilkan dugaan penghindaran sanksi Pyongyang di badan dunia itu, kata Ethan Hee-seok Shin, seorang analis hukum di Kelompok Kerja Keadilan Transisi yang berpusat di Seoul. ST/I-1