STOCKHOLM - Amerika Serikat (AS) pada Senin (16/9) mengatakan bahwa mereka berharap bisa menghidupkan kembali dialog dengan Korea Utara (Korut) melalui diplomat Swedia yang baru saja membuka kembali misi diplomatik di sana setelah penutupan akibat pandemi.
Swedia memiliki misi di Seoul, Pyongyang, dan di zona demiliterisasi yang memisahkan kedua negara, di mana negara ini bertugas sebagai anggota komisi pengawas yang mengatur gencatan senjata tahun 1953 antara kedua negara.
Karena tidak adanya hubungan diplomatik antara Washington DC dan Pyongyang, Swedia mewakili kepentingan AS di Korut, tetapi diplomatnya terpaksa pergi ketika negara itu menutup perbatasannya pada tahun 2020.
"Namun tim diplomatik Swedia telah kembali ke Korut pada 13 September lalu, dan sekarang dapat bekerja untuk melanjutkan aktivitas kedutaan secara rutin," kata Kementerian Luar Negeri Swedia di Stockholm dalam sebuah pernyataan.
Washington DC menyambut baik langkah tersebut, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyebut Swedia sebagai kekuatan pelindung AS di Korut. "Kami mendukung kembalinya diplomat asing ke Pyongyang dan berharap hal ini akan menyegarkan kembali dialog, diplomasi, dan bentuk-bentuk keterlibatan konstruktif lainnya dengan Kort," kata Miller dalam sebuah konferensi pers.
"Kami juga berharap Korut akan membuka perbatasannya bagi pekerja kemanusiaan internasional yang upaya bantuannya terhambat oleh penutupan perbatasan," imbuh dia.
Perdebatan Nuklir
Sementara itu meningkatnya ancaman dari Korut dilaporkan telah memicu kembali perdebatan panjang nuklir di Korea Selatan (Korsel) mengenai apakah negara itu harus memiliki senjata nuklir sendiri untuk memperkuat pertahanannya.
Perdebatan ini dipicu oleh sebuah langkah yang diambil oleh pemimpin Korut, Kim Jong-un, yang baru-baru ini memamerkan fasilitas pengayaan uranium di lokasi yang dirahasiakan untuk pertama kalinya.
Beberapa analis mempertanyakan apakah Korsel mampu untuk tetap bergantung pada AS untuk perlindungan dalam menghadapi meningkatnya ancaman dan prospek mantan presiden AS Donald Trump kembali ke Gedung Putih setelah pemilihan presiden 5 November.
Wakil direktur keamanan nasional Korsel, Kim Tae-hyo, mengatakan dalam sebuah forum pada tanggal 3 September lalu bahwa terpilihnya kembali Trump dapat melemahkan payung nuklir AS. "Trump sebagai calon presiden dapat dilihat sebagai orang yang akan mengejar keuntungan transaksional dalam hal aliansi Korsel-AS," kata Kim. "Bukan tidak mungkin dia akan menyarankan negosiasi pembagian biaya pertahanan atau pengerahan aset strategis AS dari perspektif biaya," imbuh dia. AFP/ST/I-1