Akses informasi merupakan hak asasi setiap orang, oleh karena itu penutupan layanan internet akan menutup akses informasi dan hal itu tidak dibenarkan untuk waktu lama.

WASHINGTON DC - Amerika Serikat menyerukan diakhirinya penutupan akses internet seluler di dua negara bagian Myanmar yang dilanda perselisihan pada Sabtu (29/6). Mereka mengatakan pembatasan itu merusak transparansi di tengah bentrokan antara militer dan gerilyawan.

Sebelumnya, pemerintah Myanmar pada pekan lalu mengambil langkah dengan memerintahkan operator telepon seluler untuk mematikan semua data internet di setidaknya delapan kota di negara bagian Rakhine dan satu di negara bagian tetangga, Chin.

Langkah itu dilakukan ketika militer terkunci dalam pertempuran dengan Tentara Arakan (AA), gerilyawan yang memperjuangkan otonomi bagi etnis Buddha Rakhine di kawasan itu.

"Layanan Internet harus dipulihkan tanpa penundaan," kata pejabat Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan.

Lebih lanjut dikemukakan pejabat yang tidak disebutkan namanya, dimulainya kembali layanan akan membantu memfasilitasi transparansi dan pertanggungjawaban atas apa yang diklaim pemerintah adalah tindakan penegakan hukum yang bertujuan mencegah pecahnya kekerasan lebih lanjut di daerah yang terkena dampak.

Pada 2017, penumpasan tentara terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine mendorong 740.000 orang dipindahkan ke Bangladesh di tengah tuduhan kekejaman massal oleh tentara.

Ratusan ribu orang Rohingya tetap tinggal di Rakhine, banyak di antaranya dikurung di kamp-kamp kumuh. Human Rights Watch (HRW) pada hari Jumat mengatakan kelompok-kelompok kemanusiaan telah melaporkan penutupan itu menciptakan kesulitan bagi mereka untuk melakukan pekerjaan.

"WhatsApp adalah kunci bagi organisasi nirlaba internasional yang beroperasi di Rakhine, dan bekerja tanpa itu menciptakan kesulitan tambahan," katanya.

Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Yanghee Lee, sebelumnya mengungkapkan, Militer Myanmar melakukan operasi pembersihan terhadap pemberontak Angkatan Darat Arakan di beberapa daerah. Lee khawatir militer melakukan pelanggaran HAM berat terhadap warga sipil di bawah kedok penutupan akses komunikasi berbasis internet.

"Saya khawatir semua warga sipil di sana. Operasi pembersihan militer dapat menjadi kedok untuk melakukan pelanggaran HAM berat terhadap penduduk sipil," kata Lee, menyerukan pencabutan segera pembatasan

Keputusan tersebut dibuat berdasarkan Undang-Undang Telekomunikasi, yang mendesak semua operator seluler sampai waktu yang tidak ditentukan.

Telenor Group mengatakan Kementerian Transportasi dan Komunikasi membenarkan tindakan itu, dengan mengatakan internet digunakan untuk mengoordinasikan kegiatan ilegal.

Myanmar telah mengerahkan ribuan tentara ke wilayah barat, yang telah menyebabkan lebih dari 35.000 orang meninggalkan rumah mereka untuk menghindari tembakan artileri berat dalam kekerasan yang telah meluas ke negara bagian Chin.

Matikan Akses Informasi

Kedua belah pihak dituduh melakukan pelanggaran dan puluhan warga sipil telah tewas dalam baku tembak dan penembakan, bahkan ketika berlindung di biara-biara. Militer mengkonfirmasi bahwa mereka menembak mati enam tahanan Rakhine pada akhir April lalu.

Kekerasan bahkan telah menyebar ke dekat ibu kota negara bagian Rakhine Sittwe dengan gerilyawan menyerang kapal angkatan laut selama akhir pekan yang sudah menewaskan dua warga.

Hanya sedikit orang yang memiliki komputer pribadi sehingga pemadaman internet seluler telah secara efektif mematikan kebanyakan orang dari dunia luar. AFP sempat berbicara melalui telepon pada Selasa lalu kepada warga setempat di tiga kota yang terkena dampak, mereka semua merasa marah dan takut. ang/AFP/AR-3

Baca Juga: