Situasi di LTS semakin memanas setelah negara-negara sekutu AS menggelar unjuk kekuatan maritim dan akan melakukan latihan militer skala besar di wilayah Indo-Pasifik.

SINGAPURA - Tiga kapal induk dan selusin kapal perang lainnya dari negara-negara sekutu Amerika Serikat (AS), pekan ini berlayar di pinggiran Laut Tiongkok Selatan (LTS)dalam salah satu unjuk kekuatan maritim Barat terbesar di kawasan itu selama bertahun-tahun.

Unjuk kekuatan gabungan di Laut Filipina ini akan diikuti oleh latihan militer skala besar di LTS selama dua pekan, untuk mengirim pesan ke Beijing dan menegaskan kebebasan bernavigasi di Indo-Pasifik.

"Ini mungkin pertama kalinya sejak krisis Selat Taiwan pada 1996 kami menyaksikan operasi berbasis kapal induk semacam ini," kata pengamat di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) di Singapura, Richard Bitzinger, baru-baru ini.

Pada Maret 1996, AS mengerahkan dua kapal induk yaitu USS Nimitz dan USS Independence, sebagai tanggapan atas uji coba misil Tiongkok di laut dekat Taiwan menjelang pemilu, sebagai peringatan agar Taipei tidak mendeklarasikan kemerdekaan.

"Tujuan utama unjuk kekuatan pada 1996 itu, sama seperti sekarang yaitu untuk mengirim pesan ke Beijing," ungkap Bitzinger.

Sebelumnya pada 3 Oktober lalu, kapal induk Angkatan Laut Kerajaan Inggris, HMS Queen Elizabeth, bersama dengan dua kapal induk AS, USS Carl Vinson dan USS Ronald Reagan, bergabung dengan 14 kapal angkatan laut lainnya dari Jepang, Kanada, Selandia Baru dan Belanda, untuk melakukan apa yang disebut latihan gabungan di Laut Filipina.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan Inggris pada Selasa (5/10) lalu disebutkan bahwa selama dua pekan kapal induk Queen Elizabeth akan berlayar di LTS bersama dengan kapal dan pesawat dari Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, dan Amerika Serikat serta akan ambil bagian dalam latihan maritim bersama skala besar.

Latihan maritim bersama skala besar itu digelar setelah Tiongkok meningkatkan aktivitas militernya di Selat Taiwan. Selama periode empat hari mulai Jumat (1/10) lalu, Taiwan melaporkan bahwa hampir 150 pesawat Angkatan Udara Tiongkok terbang ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Taiwan.

"Banyak negara di sekitar Asia khawatir tentang agresivitas Tiongkok dan ini adalah cara mengirim pesan yang kuat (ke Tiongkok) terkait kebebasan beroperasi dan bernavigasi," kata Bitzinger menyikapi latihan gabungan itu. "(Latihan gabungan) ini juga untuk menunjukkan bahwa Washington DC memiliki sekutu dan teman yang berpartisipasi secara aktif dan erat dengan AS," imbuh dia.

Kekuatan Kapal Induk

Kehadiran kapal induk umumnya dianggap sebagai simbol kuat kebebasan bernavigasi yang dipromosikan oleh AS dan sekutunya. Namun hal ini juga memicu tren bagi negara di Indo-Pasifik untuk mengembangkan kemampuan pertahanan maritim mereka dengan membangun kapal induk buatan sendiri.

Pada Selasa (5/10) lalu, Pasukan Bela Diri Maritim Jepang mengumumkan bahwa mereka berhasil melakukan lepas landas dan pendaratan jet tempur canggih F-35B buatan AS di kapal perusak, JS Izumo. Keberhasilan itu secara efektif menjadikan Izumo menjadi kapal induk.

Menurut Bitzinger, keberhasilan Jepang untuk meningkatkan kapal perangnya akan membuat Korea Selatan dan Singapura sama-sama mempertimbangkan untuk mengembangkan beberapa kapal Angkatan Laut amfibi yang mereka miliki untuk dijadikan kapal induk.

Tren ini menurut Bitzinger juga dipicu oleh pengembangan kekuatan maritim Tiongkok yang tumbuh dengan amat cepat hingga saat ini negara itumemiliki dua kapal induk dan sedang membangun yang ketiga. SB/BenarNews/I-1

Baca Juga: