AS dan Eropa meluncurkan sanksi tambahan ke Russia setelah negara itu mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina timur yang dikuasai kelompok separatis.

KYIV - Amerika Serikat (AS) dan Inggris siap mengumumkan sanksi-sanksi tambahan terhadap Russia, pada Selasa (22/2), sementara sekutu-sekutu Uni Eropa mempersiapkan sanksi-sanksi mereka sendiri, menyusul langkah Presiden Russia, Vladimir Putin, untuk mengakui Donetsk dan Luhansk yang dikuasai pasukan separatis pro Russia di bagian timur Ukraina sebagai negara-negara merdeka.

Seorang pejabat senior AS, yang menolak memberikan rincian dalam pengarahan dengan wartawan pada Senin (21/2) malam mengatakan, sanksi lebih jauh AS akan menuntut pertanggungjawaban Russia atas pelanggaran yang jelas terhadap hukum internasional dan kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina, serta komitmen internasional Russia sendiri.

Pernyataan senada dilontarkan Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss, yang mengatakan pemerintahnya akan mengeluarkan sanksi tambahan, sementara para utusan Prancis dan Jerman menegaskan mereka akan mengambil langkah-langkah tegas yang sedang disiapkan sewaktu mereka berbicara dalam pertemuan Senin (21/2) larut malam di Dewan Keamanan PBB.

Selama beberapa pekan terakhir, AS dan sekutu-sekutu Eropa memperingatkan tentang konsekuensi berat bagi Russia jika negara itu meluncurkan invasi baru terhadap Ukraina, kemungkinan yang diamati dengan kekhawatiran yang kian besar sementara Russia mengerahkan 150 ribu tentara serta peralatan militer di perbatasannya dengan Ukraina.

Presiden AS, Joe Biden, mengeluarkan seperangkat sanksi awal hari Senin dalam menanggapi pengakuan Putin terhadap daerah-daerah yang memisahkan diri dan perintahnya untuk mengerahkan apa yang ia sebut pasukan penjaga perdamaian Russia.

"Sanksi putaran pertama itu secara khusus dikaitkan dengan tindakan tersebut dan tidak mewakili sanksi-sanksi ekonomi yang cepat dan keras yang telah kami persiapkan dalam koordinasi dengan sekutu-sekutu dan mitra-mitra seandainya Russia menginvasi Ukraina lebih jauh," ungkap seorang pejabat senior Biden mengatakan kepada wartawan.

Perintah Biden juga melarang investasi baru, perdagangan dan pembiayaan oleh AS di wilayahn Donetsk dan Luhansk. "Ini bukan sekadar mengenai keamanan Russia. Ini adalah serangan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina. Putin membuat jelas bahwa ia memandang Ukraina secara historis adalah bagian dari Russia. Dan ia mengeluarkan sejumlah klaim palsu terkait perselisihan mengenai Ukraina yang dianggap dirancang untuk menjadi alasan bagi kemungkinan aksi militer. Ini adalah pidato kepada rakyat Russia untuk menjustifikasi perang," imbuh pejabat senior itu.

Persiapan Evakuasi WNI

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, telah menyusun rencana kontijensi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang. Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha, pada Selasa (22/2) mengatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dan memantau secara cermat perkembangan di Ukraina.

"Dalam konteks rencana kontijensi Kyiv, kami (Kemlu) telah melakukan koordinasi intensif dengan KBRI Kyiv dan beberapa perwakilan yang dekat, seperti KBRI Warsawa dan KBRI Moskwa," ujar Judha.

Menurut Judha, secara keseluruhan terdapat 138 warga Indonesia yang tinggal di Ukraina termasuk satu orang di Luhansk yang menikah dengan warga setempat. Judha juga meminta kepada warga Indonesia yang ingin mengunjungi Ukraina dalam waktu dekat untuk menunda sementara rencana perjalanannya.

AFP/VoA/N-3

Baca Juga: