Orang India kuno memiliki pengetahuan yang baik tentang bahan, varietas, dan sifat kayu yang digunakan untuk membuat berbagai kelas kapal.

Orang India kuno memiliki pengetahuan yang baik tentang bahan, varietas, dan sifat kayu yang digunakan untuk membuat berbagai kelas kapal. Risalah Yuktikalpataru yang ditulis oleh Raja Bhoja (sekitar 1010 M - 1055 M) dari Malwa adalah satu-satunya karya India kuno yang membahas secara rinci masalah pelayaran.

Disebutkan sejenis kapal yang disebut agramandira, yang kabinnya mengarah ke haluan dan karenanya dianggap cocok untuk peperangan laut. Salah satu kapal tersebut digambarkan dalam lukisan Ajanta (Gua II).

Lukisan tersebut menggambarkan kapal laut dengan batang dan buritan tinggi serta memiliki tiga layar lonjong yang menempel pada tiga tiang dan pelabuhan. Dayung kemudi digantung pada soket atau kunci baris di samping, dengan dayung di belakang.

Kapal-kapal itu bertiang tunggal, ganda, atau tiga tiang. Tiang itu dikenal dengan nama naudandaka. Pelabuhan pembuatan kapal dikenal sebagai navataksheni. Kapal-kapalnya besar dan kokoh, dilengkapi hingga seratus dayung, karena mereka harus membawa ribuan pasukan melintasi bermil-mil laut.

Dalam risalah Arthashastra disebutkan tentang perahu besar (mahanavah) yang dilengkapi dengan kapten (sasaka) dam juru mudi (niyamaka). Sangat mungkin bahwa terminologi yang sama juga digunakan untuk kapal angkatan laut. Kapal angkatan laut akan memiliki sejumlah pendayung tergantung pada ukuran kapal dan prajurit yang berperang.

Tidak ada referensi langsung mengenai bagaimana sebenarnya pertempuran laut terjadi. Kemungkinan besar kapal atau perahu tersebut membawa prajurit yang dilengkapi dengan senjata standar pada masa itu, yaitu pedang, lembing, gada, dan tombak. Pemanah akan sangat terlibat dalam pertempuran, menembakkan panah api. Ramayana menyebutkan orang-orang yang menunggu di 500 kapal menampilkan layar penuh untuk menghalangi perjalanan musuh.

Pada pertempuran pertama Kandalur Salai, Raja Raja I Chola secara tegas disebutkan telah membunuh para pejuang Kulashekhara atau Chera, membelah kapal angkatan laut milik raja mereka menjadi dua dan menghancurkan sejumlah kapal.

Perkembangan angkatan laut di pantai barat terus berlanjut hingga abad pertengahan dan periode kolonial, dengan dinasti-dinasti di sana memberikan masa-masa sulit bagi musuh-musuh mereka, termasuk Portugis dan Belanda.

Namun kedatangan Inggris dan keunggulan angkatan laut mereka yang tidak diragukan lagi membuat kekuatan India berkonsentrasi pada pertempuran di darat. Dengan demikian kejayaan angkatan laut pribumi India pun selesai.

Namun, tradisi angkatan laut yang dibangun seiring berjalannya waktu dan khususnya pada periode kuno terus mempengaruhi perkembangan angkatan laut yang dilakukan ketika India merdeka. Kontribusi terbesar orang India kuno adalah mereka menciptakan tradisi pelayaran yang tidak terputus. Meskipun dipandang sebagai angkatan laut nomor dua setelah angkatan darat, angkatan laut di India kuno tercatat turut berperan dalam meninggalkan jejak dan peperangan laut. hay/I-1

Baca Juga: