Ketimbang Ngemis Depok merupakan sekumpulan anak muda dengan usia 20 sampai 25 tahun di wilayah regional Depok, Jawa Barat, yang memiliki perhatian pada para lansia yang hidup mandiri.
Tak semua orang lansia (lanjut usia) hanya berpangku tangan dengan beragam alasan. Beberapa diantaranya berdikari untuk menyambung hidup. Komunitas Ketimbang Ngemis Depok memberikan apresiasi terhadap lansia yang tidak mudah mengandalkan belas kasihan.
Ya, hidup dalam kondisi terbatas bukan berarti dengan mudah mengengadahkan tangan pada orang lain. Bahkan, bantuan yang terulur tidak serta merta diterima sebagai rezeki yang datang dari Yang Maha Kuasa.
Hal tersebutlah yang dirasakan Tim Survei, Komunitas Ketimbang Ngemis Depok saat memberikan donasi para Solia atau sosok mulia. Penyebutan komunitas untuk para lansia dalam ekonomi terbatas yang masih giat mencari nafkah.
"Ada yang nggak mengharapkan, dia nggak mau terima," ujar Evrilian Fernanda, 22, Public Relation Ketimbang Ngemis Depok saat ditemui bersama dua rekannya Iky Tri Prasetya, 27, Tim Survei Ketimbang Ngemis Depok dan Muhammad Aditya Syahputra, 22, Tim Survei Ketimbang Ngemis Depok dibilangan Margonda, Depok Jawa Barat, Kamis (31/11).
Para Solia memilih berdagang ketimbang mengandalkan pertolongan dari orang lain meskipun hasil dagangannya hanya bisa menyambung hidup sehari. Sehingga saat ada bantuan, mereka justru merasa kikuk untuk menerimanya.
Di sisi lain, Evrilian yang biasa disapa Evril tidak menampik bahwa sebagian lansia lainnya menerima dengan lapang dada bantuan yang diberikan komunitas. Intinya, apresiasi diberikan dengan rasa bangga kepada para Solia.
Dalam memberikan bantuan, Ketimbang Ngemis Depok tidak sekadar melihat sosok tua yang berjualan makanan ringan dipinggir jalan maupun yang keliling kampungan. Mereka akan mensurvei Solia hingga ke tempat tinggalnya.
"Karena, banyak yang berdagang sekadar mengisi waktu luang," ujar Iky Tri Prasetya. Padahal di rumahnya, mereka memiliki keluarga yang terbilang cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Solia semacam ini bukan menjadi target sasaran Ketimbang Ngemis Depok.
Komunitas kerap mendapatkan informasi tentang keberadaan para Solia dari para netizen di instagram. Para netizen mengirimkan informasi Solia yang sesuai menjadi target sasaran komunitas. Di sisi lain, komunitas akan melakukan survei supaya bantuan tepat sasaran.
Solia yang menjadi sasaran adalah lansia yang hidup sebatang kara, tidak mempunyai pasangan hidup atau sosok yang ditinggal oleh keluarganya. Selain itu, mereka juga memiliki pekerjaan.
Hal ini menjadi persyaratan supaya tidak membentuk para lansia yang hanya mengharapakan uluran tangan dari orang lain. Bantuan yang diberikan merupakan sebagai bentuk apresiasi atas usaha yang sudah dilakukannya.
Dana yang diberikan untuk para Solia merupakan dana donasi dari masyarakat. Komunitas akan membuka open donasi setiap bulannya.
Donasi tidak hanya dari anak muda saa melainkan dari semua kalangan. Bahkan, mereka memiliki donator tetap yaitu warna negara Indonesia yang berada di Jerman. Setiap bulannya, donator tersebut mengirimkan dana sebanyak 500 ribu rupiah.
Selain itu, mereka melakukan penjualan baju bekas di di car free day maupuan tempat umum di sekitar Depok untuk menambah biaya donasi. Sebanyak 1 juta hingga 2 juta rupiah dapat diperoleh dalam setiap kali penjualan. Pakaian dijualan dengan harag 5.000 rupiah hingga 30.000 per pakaian. Nilai jual pakaian tergantung kondisi pakaian.
Komunitas selalu memberikan donasi berupa uang pada para Solia setiap bulannya. Dengan alasan, kebanyakan para Solia tinggal di kontrakkan yang kondisinya terbatas. Sehingga, mereka tidak memiliki ruang untuk memasak. Uang dipandang lebih bermanfaat dan mudah untuk digunakan.
Saat ini, komunitas memberikan donasi satu bulan sekali untuk satu orang Solia. Karena untuk mencari keberadaan Solia dan tepat sasaran bukan perkara mudah.
Para tim survei membutuhkan waktu panjang perlu memastikan kondisi Solia yang layak untuk meneriman bantuan. Kadang, mereka harus mencari Solia selama seminggu bahkan dua minggu.
Ketimbang Ngemis Depok merupakan komunitas regional yang berada di Depok dengan pusat komunitas yang sama di Malang. Mereka merupakan sekumpulan anak muda dengan usia 20 tahun sampai 25 tahun yang memiliki perhatian pada para lansia yang hidup mandiri. Setelah empat tahun berdiri, Ketimbang Ngemis Depok sekurangnya telah membantu Solia sebanyak 50 orang. din/E-6
Tidak Mudah Menyalurkan Donasi
Dana yang terkumpul tidak mudah diberikan pada Solia (sosok mulia) yang menjadi target sasaran. Hal ini karena, komunitas perlu selektif supaya dana tidak salah sasaran.
Minimnya informasi menjadikan Solia sulit untuk ditemukan. "Karena hanya mengandalkan informasi dari netizen," ujar Evril. Terlebih netizen kerap mengirimkan Solia yang berdagang keliling. Sehingga, keberadaan mereka sulit dilacak apalagi untuk menanyakan rumahnya.
Solia yang berdagang secara berkeliling tidak memiliki tempat mangkal yang tetap. Komunitas kerap kesulitan untuk mendapatkan informasi keberadaannya.
Para ojol, ojek online, menjadi andalan untuk mendaatkan informasi keberadaan Solia. Namun likaliku pencarian tak selamanya terpecahkan, saat akan ditemui mereka sedang tidak berdagang. "Tapi kalau sedang tidak dicari biasanya malah ketemu," ujar Muhammad Aditya Syahputra.
Proses pencarian yang memakan waktu yang cukup panjang, satu minggu hingga dua minggu, membuat komunitas hanya memberikan donasi untuk satu Solia setiap bulannnya. Sebelumnya, mereka pernah memberikan donasi untuk dua Solia namun pla tersebut membuat komunitas keteteran untuk mendapatkan Solia yang sesuai kriteria.
Dalam perjalanan kegiatannya, Ketimbang Ngemis pernah salah memberikan donasi. Ibu penjual kripik yang dipandang sebagai Solia yang sesuai dengan kriteria ternyata berasal dari keluarga yang cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Hal tersebut terjadi karena, tim survei tidak sampai menyambangi tempat tinggalnya. Lantaran sumbagan merupakan amanah donator, dengan sedikit berat hati mereka pun memberikan donasi.
Seringkali, mereka harus berhadapan dengan keluarga yang mengharapkan untuk mendapatkan bantuan. Tampang memelas keluarga kerap menjadi andalan untuk menapatkan donasi. Namun berbekal dari pengalaman dan survei yang dilakukan berulang kali komunitas mampu memilih Solia yang memenuhi kriteria.
Selama proses mendekati para Solia, tim survei mengidentitaskan dirinya sebagai mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas.
Cara tersebut dilakukan supaya Solia sasaran tidak merasa takut serta agar donasi tidak salah sasaran. "Tidak menunjukkan dari komunitas," ujarAditya memebrikan alasan. Upaya tersbeut cukup berhasil.
Solia-solia yang penah menjadi target sasarana tidak lantas lepas tanpa jejak. Hubungan masih terjadi karena komunitas masih menyalurkan donasi titipan para donatur, terutama saat bulan Ramadan. din/E-6
Produktif di Usia Tua, Lebih Memaknai Kehidupan
Usia tua yang kerap dianggap sebagai usia istirahat, tidak selama berlaku untuk semua lansia. Sebagian dari mereka justru bekerja keras untuk mempertahankan hidup. Namun upaya ini malah menjadi pembelajaran dalam kehidupan.
Iky yang bolak balik melakukan survei untuk mencari Solia makin mampu menghayati kehidupan para lansia tersebut. Kehidupan yang penuh daya juang tersebut justru menyimpulkan bahwa rezeki akan selalu diberikan oleh Yang Kuasa. "Jadi satu pembelajaran, setiap manusia yang bernafas pasti punya rezeki dari Tuhan," ujar dia.
Ungkapan tersebut tidak lain setelah dia melihat para lansia yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kekuatan yang dimilikinya, mereka masih mampu memperoleh nafkah. Di antara Solia yang ditemuinya, bahkan ada yang mengaku berusia 100 tahun. "Jadi tidak ada alasan untuk meminta-minta pada orang lain," ujar dia.
Aditya memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda. Pengalamannya bertemu dengan para Solia memberikan pembelajaran padanya untuk hidup lebih hemat. "Dengan uang 10 ribu, mereka gunakan untuk makan sekeluarga. Jadi (kita) jangan boros-boros," ujar dia.
Bagi laki-laki yang masih menyandang status sebagai mahasiswa ini berpendapat memberikan pertolongan untuk fakir miskin tidak hanya melalui donasi. Pertolongan dapat berupa doa maupun membeli dagangannya. Hal tersebutlah yang selalu dia informasikan pada para netizen.
Sementara Evril berpendapat mendapatkan kebahagian dapat membantu para lansia yang hidupnya kekurangan. "Aku melakukan ini dengan ikhlas. Apalagi kalau donasinya bisa terampaikan rasanya plong," ujar dia berbinar-binar.
Jika diukur secara materiil, Evril malah harus mengeluarkan uang sekadar untuk jajan saat penjualan baju. Namun, efek yang diperolehnya tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkannya.
Di sisi lain, dia menemukan teman-teman yang memiliki visi yang sama. Belum lama ini, dia ikut dalam ghatering nasional yang diselnggarakan di Malang. Dalam gathering tersebut, Evril bertemu dengan Ketimbang Ngemis dari berbagai daerah. "Enaknya, kita bisa berbagi pengalaman saat survei," ujar dia. din/E-6