JAKARTA - Para apoteker masih kebingungan melayani masyarakat terkait obat sirop. Dengan pemberitaan dan penanganan terkait obat sirop dan kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal (GGAA) pada anak, para apoteker khawatir tindakan mereka menjadi sebuah kesalahan.

"Ketika menurut keilmuan kami sudah tepat, tapi dengan berbagai hal diekspos awalnya dari parasetamol dan meluas, ini membuat kami menjadi tidak punya kepastian dalam pelayanan ke masyarakat," kata Koordinator Pengurus Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Kuat (KAMPAK), Merry Patrilinilla Chresna, dalam rapat dengan Komisi IX DPR, di Jakarta, Selasa (15/11).

Merry mempertanyakan belum adanya keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan terkait bukti ilmiah kaitan obat sirop mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) menjadi penyebab GGAA pada anak. Padahal, dalam praktik keapotekeran, pengobatan harus berbasis bukti.

Pihaknya juga mempertanyakan, surat edaran Kemenkes sebagai tindakan antisipasi. Edaran tersebut justru malah membuat semua pihak merasa berwenang untuk datang dan melakukan sidak ke apotek.

"Langkah antisipasi apakah sedemikian rupa sehingga terus terang pelayanan kami ke masyarakat menjadi terganggu. Artinya, masyarakat kebingungan juga merasa betul-betul dianggap obat sirop itu menjadi sesuatu berbahaya," jelasnya.

Masyarakat Resah

Merry menuturkan masyarakat resah biasanya anak sembuh hanya diberi obat sirop saja. Adapun jenis obat lain tidak disukai anak sehingga anak sulit sembuh dari penyakitnya.

"Puyer tidak semua anak mau menerima. Bahkan kadang dimuntahkan kembali sehingga obat tidak masuk dan anak malah jadi tidak sembuh-sembuh. Ini jadi masalah tersendiri," katanya.

Dia menilai keterangan resmi terkait obat sirop antara Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kemenkes tidak sinkron. Meskipun sudah ada beberapa obat diperbolehkan, apoteker masih belum memiliki pegangan pasti.

"Belum ada surat edaran tertulis yang dirilis bahwa di luar berapa item obat sirop yang sudah di-recall kami diperbolehkan, diizinkan untuk melayankan kepada pasien," terangnya.

Merry juga menyinggung kurangnya peran aktif dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Menurutnya, organisasi profesi harus menjadi garda terdepan untuk memberi advokasi kepada profesi apoteker.

"Termasuk meluruskan isu-isu terkait obat dan pengobatan. Apa yang selama ini dilakukan belum cukup menyalurkan aspirasi kami yang ada di bawah," tandasnya.

Baca Juga: