Pavel Durov, miliarder Rusia dan Prancis yang mendirikan dan menjabat sebagai CEO aplikasi pesan Telegram, ditangkap di bandara Bourget di luar Paris, Prancis, pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Durov sedang bepergian dengan jet pribadinya dan menjadi sasaran di dalam surat perintah penangkapan di Prancis terkait penyelidikan awal oleh kepolisian setempat. Mengutip dari Reuters, Minggu (25/8), Durov kemungkinan akan didakwa pada hari Minggu, 25 Agustus 2024.
Telegram yang terenkripsi, dengan hampir satu miliar pengguna, sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Aplikasi ini dianggap sebagai salah satu platform media sosial terbesar setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Telegram belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters. Kementerian Dalam Negeri Prancis dan polisi juga tidak berkomentar.
Durov, yang lahir di Rusia, mendirikan Telegram bersama saudaranya pada tahun 2013. Ia meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak mematuhi permintaan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosialnya, VKontakte, yang kemudian ia jual.
Durov memutuskan untuk meninggalkan Rusia dan mencari tempat bagi perusahaannya, termasuk di Berlin, London, Singapura, dan San Francisco.
"Saya lebih memilih bebas daripada harus menerima perintah dari siapapun," kata Durov.
Setelah Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina pada tahun 2022, Telegram menjadi sumber utama konten yang tidak disaring dari kedua belah pihak terkait perang dan politik di sekitarnya.
Platform ini telah menjadi apa yang oleh beberapa analis disebut sebagai medan pertempuran virtual untuk perang, yang banyak digunakan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan pejabatnya, serta pemerintah Rusia.
Telegram, yang memungkinkan penggunanya menghindari pengawasan resmi, juga menjadi salah satu dari sedikit tempat di mana warga Rusia dapat mengakses berita independen tentang perang setelah Kremlin memperketat kontrol atas media independen setelah invasi ke Ukraina.
Telegram bukan hanya aplikasi yang dikelola oleh satu orang. Seperti kebanyakan perusahaan teknologi besar, Telegram didukung oleh tim yang terdiri dari ratusan, bahkan ribuan, insinyur, manajer, dan staf yang tersebar di berbagai belahan dunia. Sistem yang mendukung aplikasi ini telah dirancang untuk bekerja secara otonom, dan pengoperasiannya tidak bergantung pada kehadiran fisik Durov sebagai CEO.
Namun, penangkapan Durov dapat menimbulkan ketidakpastian di kalangan pengguna dan pemerintah. Beberapa negara Eropa, termasuk Prancis, telah menyoroti masalah keamanan dan privasi terkait Telegram. Isu kurangnya moderasi konten menjadi salah satu fokus utama penyelidikan terhadap platform ini. Jika penangkapan Durov dikaitkan dengan kebijakan pengawasan yang lebih ketat di Telegram, maka potensi tekanan dari pemerintah untuk mengubah kebijakan privasi atau keamanan aplikasi dapat meningkat.
Penangkapan Durov juga memperlihatkan dilema yang dihadapi banyak platform teknologi besar, yaitu menjaga keseimbangan antara privasi pengguna dan kebutuhan untuk mematuhi regulasi nasional dan internasional.
Telegram, yang telah menjadi alat komunikasi utama bagi para aktivis, wartawan, dan masyarakat di berbagai negara, menghadapi tekanan dari berbagai pemerintah untuk memoderasi konten yang dianggap melanggar hukum atau berbahaya.
Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa kedutaan besarnya di Paris sedang menjelaskan situasi terkait penangkapan Durov dan mendesak organisasi non-pemerintah Barat untuk menuntut pembebasannya.
Rusia mulai memblokir Telegram pada tahun 2018 setelah aplikasi ini menolak untuk mematuhi perintah pengadilan yang meminta akses dinas keamanan negara terhadap pesan-pesan terenkripsi penggunanya.