Produk digital yang teraplikasikan di dalam negeri hampir rata-rata dikuasai pemain luar. Sudah saatnya, beralih serta meletakan keberpihakan kita terhadap produk digital nasional sebagai pusat penggunaan teknologi digital di Indonesia.

Indonesia di bidang digital memiliki potensi besar, serta minat yang tinggi di kalangan masyarakat luas. Potensi ini bisa tergambarkan dari data survei pengguna internet di Indonesia milik Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang menyebut, ada sekitar 262 juta jiwa yang sudah menggunakan internet pada 2017.

Rata-rata kebiasaan masyarakat Indonesia saat menggunakan internet sebagian besar untuk aplikasi chatting sosial media (sosmed), kemudian disusulbrowsing,beli dan jual barang, serta yang terakhir ialah perbankan. Sayangnya, masih menurut data APJII sebanyak 127,7 juta atau sekitar 89,35 persen orang Indonesia aktif menggunakan internet, semisal untuk aplikasi pesan baru sekitar 5,56 persen dari jumlah tersebut yang telah menggunakan aplikasi pesan lokal. Bahkan sebanyak 14,2 persen pengguna internet Indonesia diungkap melalui survei ini tidak pernah sama sekali memanfaatkan aplikasi lokal, sementara 56,79 persen memiliki intensitas jarang.

Krishna Adityangga selaku CEO Skynosoft, perusahaan IT yang menaungi Oorth, aplikasi sosmed berbasis sosial dan komunitas menuturkan Indonesia perlu belajar dari masyarakat luar negeri yang sangat loyal terhadap buatan negaranya. "Sebagai contoh China, mereka menaruh perhatian besar terhadap produk lokal digitalnya, di sana mereka memberlakukan WeChat melalui kebijakan pemerintahnya. Indonesia pun bisa seperti itu sebenarnya,karena kita punya infrastrukturnya dan mampu. Tinggal dukungan otoritasnya saja seperti apa," terangnya kepadaKoran Jakarta,saat peluncuran Oorth di Solo baru-baru ini.

Karena itu, pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bisa membuka peluang berkembangnya aplikasi-aplikasi yang serupa dengan Oorth. "Meskipun kami berbasis di daerah (Solo), dunia IT tidak mengenal wilayah. Semangat kami melalui platform medsos yang kami kembangkan ini dapat membantu menyelesaikan masalah sosial di Indonesia," terang Krishna.

Semangat ini ditunjukan melalui platform Oorth yang sangat menjunjung tinggi kearifan budaya Indonesia yang santun, serta merumuskan semangat Pancasila ke dalam algoritma Oorth. "Sehingga bisa kita pastikan yang bertentangan dengan semangat Pancasila dan UU ITE di platform kami tentu akan segera kami tindak," lanjutnya.

Pada kesempatan berbeda Menkominfo Rudiantara menyinggung bahwa tingkat respon platform asing kurang begitu memadai. "Facebook, Twitter, Youtube, Instagram cooperation level-nya memang membaik, tapi tidak semua yang diminta Kominfo itu diturutin, alasannya macam-macam, yang intinya tidak menghormati aturan Indonesia," jelasnya.

Sehingga butuh keberpihakan kepada masyarakat Indonesia terhadap produk digital lokal yang sesungguhnya tak kalah kualitasnya. "Kita memang tidak bisa menutup Indonesia dari dunia tetapi kita bisa menempatkan keberpihakan kita kepada aplikasi Indonesia, sehingga dalam perilaku sehari-hari menunjukkan bahwa kita menggunakan aplikasi buatan dalam negeri," ungkap Rudiantara.

Menurut data Startup Ranking, jumlah startup yang ada di Indonesia mencapai angka 1.559. Bisnis rintisan ini diprediksi akan bertumbuh pesat dengan didukung ekosistem digital yang berkembang ke arah positif. Bahkan menurut Asosiasi Digital Entrepreneur Indonesia (ADEI) startup lokal akan tumbuh pesat pada 2020 di Indonesia.

Menumbuhkan Konten Sehat

Di era derasnya informasi digital tak dipungkiri medsos menjadi wadah masyarakat untuk mengekspresikan diri, hanya saja tidak semuanya baik. Menurut laporan Kemkominfo pada periode Januari-Oktober 2017 melalui hasil aduan masyarakat, ada sekitar 51.456 konten negatif di internet.

Diketahui konten pornografi berada di tempat teratas dengan 16.902 pemblokiran, disusul dengan SARA/Kebencian dengan 15.818 konten. Selanjutnya hoax sebanyak 7.633 konten, perjudian sebanyak 4.319, penipuan online 2.457, radikalisme/terorisme sebanyak 2.457. Yang paling sedikit adalah konten yang melanggar nilai sosial budaya sebanyak 134, konten yang memfasilitasi diaksesnya konten negatif sebanyak 54, dan kekerasan/pornografi anak sebanyak 36.

Oorth melalui nafas kearifan lokalnya tentu juga berupaya menangkal konten negatif. Aplikasi yang pemakainya sudah sampai ke mancanegara seperti Amerika Serikat, Russia, Australia, Malaysia, Filipina, Hong Kong, Singapura juga turut menguatkan norma dan budaya negara lain guna menguatkan layanannya.

"Seperti di Hongkong, Malaysia, Filipina dan Jepang, kami coba menggagas adanya semacam tim observasi, ini guna mengetahui kearifan serta norma yang berlaku di setiap negara. Tim ini muncul dengan sendirinya, mereka mengajukan diri dengan cara menghubungi kami. Ini menjadi penting, kami berharap konten lokal yang sehat di setiap negara akan muncul. Kami juga sudah berkomitmen Oorth lahir melalui budaya lokal, dan juga budaya negara-negara lain sehingga memahami dan mengadopsi peraturan dan norma yang ada di negara lain adalah sebuah keharusan bagi kami," ungkap.

Sampai saat ini, pengguna Oorth sudah mencapai lebih dari 34 ribu dan hingga akhir 2018 aplikasi Oorth menargetkan bisa memiliki 1 juta pengguna. Berbagai fitur dan layanan seperti chatting bagi komunitas, berbagi foto dan video, fitur digital wallet dan donasi menjadi unggulan dalam aplikasi ini. "Kami riset sampai 2 tahun lamanya untuk mengembangkan Oorth. Dan kami menemukan kesalahan medsos yang ada saat ini, ialah memisahkan antara individu dan komunitas, padahal keduanya harus satu paket tidak bisa dipisahkan. Kalau kita kembangkan personalnya saja pasti tidak akan maksimal," tutur Krishna.

Wadah Inspirasi Berbasis Komunitas

Selain itu guna menunjang gerakan komunitas, Bank DBS Indonesia telah meluncurkan sebuah platform komunitasLive More Societyyang bertujuan untuk mengajak kaum milenial menikmati hidup secara lebih bermakna.

Executive Director, Head of Group Strategic Marketing and Communications Bank DBS Indonesia, Mona Monika mengungkapkan platform komunitas ini juga dapat menjadi wadah mengekspresikan karya dan inovasi yang dapat memberikan inspirasi dan dampak positif bagi banyak orang.

"Kita ingin lebih dekat dengan hidup masyarakat luas. Melalui pendekataninterest-based, platformLive More Societydapat menjangkau target audience yang lebih luas dan efektif sehingga harapannya akan lebih banyak generasi muda yang dapat saling berbagi, menginspirasi, dan memperkaya informasi.

Secara keseluruhan platform ini terbagi menjadi 4 pilar yaitu LiveSmart, LiveAwesome, LiveKind dan LiveWell. Marshall Sastra yang didapuk sebagai pengisi atau host di platform komunitas ini, mengisi pilar LiveAwesome yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin mendapatkan arti nilai hidup tanpa batas melalui gaya hidup seputar travelling, kuliner dan fotografi.

"Lima enam tahun belakangan ini saya suka travelling. Lewat aktivitas itu saya selalu menemukan ide baru. Untuk itu, saya juga ingin menginspirasi kaum millennials untuk lebih menikmati hidup dengan melakukan apa yang menjadi passion nya," tandasnya.

ima/R-1

Baca Juga: