SURABAYA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah berhasil menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen utama untuk melalui krisis kesehatan dan ekonomi saat pandemi Covid-19. Saat ini, pemerintah fokus melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi dan melewati ancaman krisis akibat dampak geopolitik di Ukraina.

"Sekarang ada (permintaan) transportasi, BBM, makan, tapi ternyata masyarakat belum siap normalisasi. Ada barang tapi tidak truk untuk mengangkut, orang mulai belanja, tapi di rak toko kosong barang, mau makan di restoran tapi restorannya hanya dibuka 25 persen. Sehingga ketika masyarakat ingin mengkonsumsi, barangnya belum siap, maka harga naik," ujarnya dalam Kuliah Umum bertema Ketahanan Ekonomi Dalam Perspektif Lokal, Nasional, dan Global di STKIP PGRI Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis (2/2).

Dia menjelaskan, di sejumlah negara maju, terutama Amerika Serikat (AS), kenaikan inflasi direspons otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga secara drastis. Pengetatan moneter melalui instrumen kenaikan suku bunga acuan itu dapat berdampak terhadal pelemahan ekonomi mereka. "Inilah yang disebutkan IMF tahun 2023 akan 'gelap' karena ada kenaikan suku bunga dan ekonomi melemah," ujarnya. Permasalahan lain, lanjutnya, perang antara Russia dan Ukraina berdampak ke seluruh dunia. Dampaknya, perang mendisrupsi gandum sehingga berdampak terhadap lonjakan harga pada produk turunannya.

"Maka kalau kita bicara tantangan dan ketahanan ekonomi nasional dan lokal terhadap berbagai goncangan global. Guncangannya bisa ekonomi, bisa geopolitik, bisa inflasi. Bisa juga dari sisi distrupsi akibat climate change, akibat teknologi digital, yang kemudian menimbulkan kerawanan pangan dan energi," jelasnya.

"Shock Absorber"

Untuk merespons kondisi tersebut, pemerintah Indonesia menggunakan instrumen fiskal atau APBN. Menurutnya, Indonesia berhasil memulihkan ekonomi dengan mendesain APBN yang fleksibel, responsif dan tepat sasaran. "Pada 2021-2022 ekonomi kita sudah mulai pulih. Bahkan, pada 2022, pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen," ungkapnya.

Menkeu menambahkan APBN 2022 menjadi instrumen pelindung masyarakat dan ekonomi dari guncangan yang datang tanpa bisa diprediksi, seperti gejolak harga energi dan pangan. APBN efektif menjadi shock absorber.

Sri Mulyani menjelaskan, jika defisit APBN dan utang naik, maka hal itu harus dijaga supaya tidak menimbulkan krisis keuangan. Karenanya, Indonesia bisa mengembalikan APBN dalam keadaan semula dalam waktu 2 tahun yang merupakan hasil kerja keras antara pemerintah dengan DPR.

Baca Juga: